Malam itu, kawan saya bercerita, kalau dia merasa bosan melakukan apapun. “Tidak ada satupun yang menarik untuk saya lakukan..” katanya. Sebelumnya, dia suka desain grafis, utak-atik web, dan menulis. Dia bosan itu, dia bosan dengan apapun. Saya juga suka 3 subject itu, namun tidak bosan. Pada saat sama, saya bisa menyukai hal lain.
Saya pernah alami kebosanan. Merasa tidak ada yang menarik. Sampai akhirnya saya bisa mengatasi kebosanan dalam bekerja.
Saya akan bercerita, bagaimana saya mengatasi kebosanan.
“Kebosanan” atau “boredom” itu masalah yang mengganjal. Tiba-tiba kamu “dingin” menghadapi apapun, tidak menemukan dorongan, tidak tertarik, dan bertanya balik, “Apa yang salah dengan saya?”.
“Bosan” dan “hustletrap” itu 2 masalah yang sebenarnya sama. Yang satu menolak semua hal, dan yang satu lagi, masuk jebakan betmen merasakan kehampaan, hanya tenggelam dalam rutinitas mekanis yang membosankan.
Tentang “hustletrap”, kamu bisa baca dalam “Sibuk Bekerja adalah Jebakan Betmen (Kenali Pemicunya)“.
Berita baiknya, kamu bisa mengatasi keduanya, sekaligus.
“Bosan” berasal dari kesalahan mengelola perhatian. Jangan dikira, perhatian tidak bisa dibajak.
Kamu sering menyerahkan perhatian kamu kepada sesuatu yang tidak perlu diperhatikan. Kamu bisa memutuskan mau lewat mana, tetapi lebih suka memperhatikan apa kata Google Map. Kamu bisa mencoba steak tetapi ragu-ragu karena review bintang 1 dari orang yang mengaku sudah pernah ke restoran yang sedang kamu kunjungi. Perhatian kamu dibajak oleh cover buku, dan sticker “best sellers international” kemudian membeli buku itu. Dan kamu sering kecewa setelah perhatian kamu dibajak.
Ada milyaran orang mengalami pembajakan perhatian, terutama mereka yang suka bertanya kepada aplikasi di Android/iOS. Google suka membajak perhatian dengan memanfaatkan keputusan tak-sadar milyaran pemakai Android/iOS.
Kekecewaan yang datang karena tidak bisa mengelola perhatian, tidak bisa menentukan prioritas, itulah yang membuat kamu kecewa. Lalu bosan.
“Bosan” terjadi ketika kamu tidak bisa mengelola perhatian. “Bosan” dan “hustletrap” datang karena kualitas fokus kamu bermasalah.
“Bosan” berarti perhatian kamu terganggu, nggak berkualitas. “Hustletrap” tidak lain adalah kebosanan yang terus dipaksakan, kebosanan yang sudah menjadi jadwal kamu. Jadi, coba review kembali, apakah di antara jadwal yang kamu jalankan itu, sebenarnya hanya sedikit yang benar-benar ingin kamu lakukan dan bukan merupakan paksaan?
Masalah sebenarnya adalah “fokus” (perhatian) dan “kualitas” pengalaman. Selagi perhatian kamu gampang dibajak, tidak bisa menentukan prioritas, dan kualitas aktivitas kamu masih rendah, maka bosan menjadi bagian inheren dari hidupmu.
“Saya merasa bosan dengan apapun” berasal dari pikiranmu sendiri. Tidak ada hal yang tidak menarik, yang ada adalah “kamu” yang tidak tertarik. Cara kamu melihatnya, mungkin bermasalah.
Yang perlu diperhatikan di sini, bukan “aktivitas apa yang menarik”, melainkan “bagaimana cara saya melihatnya”.
Jadi, kalau ada artikel tentang cara mengatasi rasa bosan, isinya berupa “daftar aktivitas” (seperti: piknik, jalan-jalan, cobalah hobi baru, dst.), artikel itu biasanya tidak membongkar dari mana bosan datang dan cara mengatasinya. Tanpa mengerti asal terbentuknya “bosan”, saran apapun akan membosankan.
Kita tidak bisa mengatakan, “Traveling itu menarik” atau “Membaca buku itu menyenangkan”. Tergantung, bagaimana traveling ini kamu pandang, tergantung bagaimana membaca buku itu kamu lakukan.
Bagi seorang perupa, selembar kertas dan drawing pen, bisa menjadi media yang sangat menyenangkan. Dia bisa tidak pernah habis menarik garis dan mengarsir, karena ia punya fokus ketika menggambar (walaupun waktu itu ada tawaran makan-makan) dan ia memiliki kualitas tindakan (berupa teknik menggambar dan menjelajahi ide di atas kertas kosong). Kalaupun ia terlihat “bosan”, dengan berhenti sebentar, lalu jalan-jalan atau bercanda dengan tetangga, dia akan kembali kepada media, teknik, dan penjelajahan, menjadi karya.
“Pengalaman” (experience) memiliki kualitas yang lebih tinggi.
“Pengalaman” berarti.. Bertindak. Tidak menunggu. Menjalankan gagasan. Dengan “cara saya”. Penemuan di tengah jalan. Membangun passion yang berlanjut. Menemukan motivasi “setelah” memulai.
*) Kebanyakan orang menganggap “bosan” bisa diatasi dengan motivasi, berupa kalimat-kalimat penyemangat. Tidak. Motivasi tidak seperti itu. Motivasi bukanlah kalimat. Motivasi tidak di awal. Motivasi terbentuk, bukan dibisikkan. Motivasi terjadi ketika orang melakukan begitu-saja, kemudian ada semangat ketika melihat hasil dan tantangan. Motivasi terjadi “selama” dan “setelah” tindakan-awal dilakukan. “Passion” terbentuk dengan cara sama.
Bagaimana meningkatkan “kualitas” pengalaman saya?
Rencanakan dengan baik. Tentukan prioritas yang harus kamu kerjakan. Buat timeline. Ukur kualitas. Dengan cara ini, kamu tahu, bagian mana yang bermasalah.
Atur-ulang jadwal kamu. Ini konsekuensi logis. Mungkin besok kamu tidak perlu ke perpustakaan, lebih baik datang ke taman dan bertemu orang asing. Dengan kata lain, apa yang kemarin nggak “work”, bisa kamu lihat lagi, mungkin ada bagian bermasalah.
Tunda pertanyaan, “Saya sebaiknya melakukan apa?”. Kamu perlu bayangkan dulu, besok (1 bulan atau 1 tahun mendatang) kamu ingin dirimu dikenang oleh dirimu dalam bentuk seperti apa? Ini lebih efektif (kelihatan hasilnya) ketika kamu akan melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu.
Ketika saya sebatas penasaran dengan apa itu “neuroscience” dan “user’s experience“, pada awalnya saya tidak suka.
Namun ada pertanyaan dari diri saya, “Apakah saya membutuhkan pengetahuan ini untuk pekerjaan saya? Seperti apa dunia saya 1 tahun mendatang, jika saya mempelajari ini?”. Kemudian setelah baca pengantar subject yang ingin saya pelajari itu, saya mendapatkan jawaban, “Iya, saya harus mengetahui ini. Setahun mendatang, ini bisa memperbaiki kualitas pekerjaan saya.”.
Apa yang terjadi kemudian? Bosan, tentu saja.
Belajar kedua subject ini tidak mudah. Membaca buku, ujian mandiri, menonton video sambil mencatat dan browsing, dst. Apa yang membuat saya tidak bosan? Saya fokus dan membuat fokus saya “darurat”. Ketika saya sedang menonton TED Talk, saya fokus. Selama 30 menit ke depan, saya tidak bisa diganggu. Saya pause video, mencari referensi, mencatat keyword yang disebut di video, lalu artikel dari jurnal ilmiah benar-benar memeras pikiran saya.
Rasa suka pada subject yang saya pelajari, terbentuk tidak di awal, tetapi ketika di tengah saya belajar.
Saya menyukai terbongkarnya mitos-mitos tentang penalaran dan kecerdasan. Saya mengumpulkan komponen-komponen kecil sampai menjadi gambar besar. Saya bertualang di situ.
Yang saya dapatkan, bukan lagi rasa suka. Saya bahkan berkata kepada diri-sendiri, “Jika ada waktu tanpa batas, saya ingin punya kesempatan berbincang-bincang dengan para pakar di bidang ini dan meneliti bersama mereka.”.
Utamakan kualitas pengalaman. Kalau kamu tidak bisa teknik membaca cepat dan tidak menemukan buku-buku baru Amazon yang menarik, maka membaca buku menjadi pengalaman buruk.
Ketika kawan saya bercerita, “Dulu saya pernah suka ini dan itu..”, tetapi kemudian sekarang dia bilang bosan, saya meragukan bahwa dulu dia benar-benar menyukai apa yang ia sebutkan.
“Pengalaman adalah guru yang paling berharga” sering dihubungkan dengan pengalaman buruk.
Saya tidak setuju. Pengalaman itu berharga karena dengan pengalaman kita menemukan sesuatu yang tak-terkatakan, yang tidak bisa diajarkan di kelas, menuntut empati, menemukan “studi kasus”, melihat kenyataan, di mana kita bisa merevisi gagasan sebelumnya.
Jangan mengandalkan “tujuan eksternal”. Kamu ingin menguasai ilmu desain, itu tujuan eksternal. Bagus, namun bersiaplah kecewa. Mungkin apa yang kamu anggap sebagai “desain” hanyalah permukaan dari ilmu desain, setelah kamu memasuki pengalaman “desain”.
Tujuan eksternal sering mengecewakan, namun jika tindakanmu berdasarkan pengalaman mendalam, tidak ada kebosanan. Kamu menerima kejutan, ketika ternyata tujuan eksternal itu mirip gunung es di laut, yang kelihatan puncaknya namun sebenarnya memiliki dasar yang sangat dalam. Kejutan, bukan kebosanan.
Bukan hanya hobi dan pekerjaan. Bosan bisa terjadi di mana saja. Bayangkan, apa yang terjadi jika kamu bosan dengan ibadah yang kamu lakukan.
Jika pengalaman tidak mendalam, di situlah bosan datang dan berada.
Inilah yang terjadi, ketika kamu bosan..
Bosan akan mengambil-alih apa yang sudah kamu lakukan. Menghentikan petualanganmu. Menganggap kamu sudah “selesai”. Merasa kamu sudah bisa, sudah pernah, sudah cukup. Bosan menjadi pemilik perhatian-yang-terbajak. Bosan membuatmu menyerah. Bosan mendudukkanmu di tengah-tengah kebisingan (noise) di mana kamu kehilangan titik-perhatian (signal). Bosan membuat waktumu berlalu tak-berharga. Bosan menutup cara-pandang kamu, menjadi “..semuanya tidak menarik.”. Bosan membuatmu cemas mengatasi waktu. Bosan memasukkanmu ke dalam “hustletrap”. Bosan mengikatmu pada kualitas terendah. Menjadikanmu seorang amatir yang berhenti di sini dan sekarang.
Kembali pada fokus dan cara kamu menentukan prioritas. Dan perbaiki kualitas pengalaman kamu. Bosan tidak akan berani mengusikmu. Sekalipun bisan datang, kamu tahu cara mengatasinya. [dm]