Namun, kata Yuyung, akan berbeda kasusnya atau tingkat kesulitan penggusurannya jika lahan tersebut ternyata milik warga dan sudah memiliki izin. Seperti yang terjadi di Lokalisasi Saritem, Bandung, atau Lokalisasi Dolly, Surabaya.
“Di Dolly itu, Pemkot Surabaya akhirnya mau tidak mau harus membeli satu persatu tanah tersebut. Dan itu tentunya membutuhkan dana yang cukup besar,” imbuhnya.
Untuk di Lokalisasi Argorejo atau Sunan Kuning, Semarang sendiri, mayoritas bangunan di kawasan tersebut memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). “Kalau begitu berarti hampir sama kasusnya dengan yang di Dolly atau Saritem,” ucapnya.
Maka, ada beberapa upaya yang harus dilakukan pihak pemangku kebijakan. Salah satunya dengan membeli bangunan tersebut supaya benar-benar steril sebagaimana yang dilakukan Pemkot Surabaya.
“Kalau kecenderungannya hanya menutup lalu memberi uang kompensasi, maka tidak akan efektif. Sangat besar kemungkinan untuk membuka praktik prostitusi kembali,” ungkap Yuyung.
“Apalagi jika tidak dilakukan pengawasan yang terus menerus. Kalau lengah sedikit kasusnya paling akan sama dengan Saritem,” imbuhnya.