in

Cara Pilih Pacar (7 Trik Terlarang untuk Singkap Siapa Dia)

Jangan sampai kamu menyesal salah pilih pacar, agar tidak jadi kenangan buruk seumur hidupmu.

(Credit: Alexei Morozov)

Trik ini sudah diterapkan saya dan kawan-kawan, sebelum melihat calon pacar. Hasilnya, memang menjadi terlalu selektif. Bahkan banyak kawan saya yang gagal punya pacar. Setidaknya, mereka bangga karena tidak salah-pilih kemudian.

Tentunya, tidak semua orang “memenuhi syarat” secara langsung, sesuai keinginan kita. karena, pilih pasangan tidak seperti pilih baju. Nggak ada brand yang terpercaya dan bisa robek sewaktu-waktu kalau tidak dirawat dengan baik.

Mungkin kamu optimis kalau kelak (setelah pacaran) bisa sama-sama memperbaiki kekurangan. Jangan kecewa kalau ternyata dia “nggak level”, tidak bisa berada di kapasitas yang kamu bayangkan.

Berita baiknya, jika pilihanmu belum jatuh ke siapa-siapa, segera deteksi: mungkinkah bisa diperbaiki bersama? Atau jangan-jangan, kamu sendiri yang “bermasalah”. Namanya juga cinta, kadang-kadang banyak bias terjadi sehingga membuat pikiran-jernih menjadi kabur dan menerima dia apa adanya.

Agar tidak kecewa, coba lihat lagi [calon]  pacar kamu dengan trik ini:

Fisik Itu Utama

Boleh tidak setuju dengan catatan pertama ini. Percayalah, fisik itu penting. Fisik sehat. Pilih mana: pacaran dengan orang yang sakit atau sehat? Pilih mana, pacaran dengan orang dengan potensi sakit atau yang sehat? Memperhatikan fisik, bukan soal seperti apa body-nya, tetapi bagaimana dia mencapai “fisik sehat”. Banyak orang cantik yang nggak sehat. Saya menulis catatan “Tubuh Salon dari Tubuh Perenang” (Maaf, kalau tulisan ini menyinggung perasaan mereka yang ingin dianggap cantik).

Fisik mendahului ide tentang keyakinan, kesejahteraan, ideologi, dll.

Buktinya? Kamu bekerja karena ingin mendapatkan jaminan dasar: kebutuhan biologis terpenuhi, aman, tenang, semua itu prasyarat dasar agar “fisik” kita tidak terancam. Tidak perlu capek jalan kaki 12 km karena ada motor. Orang mandi, tidur, jalan-jalan, tersenyum, takut melihat film horor, makan di restoran, semua itu ada hubungannya dengan fisik.

Fisik menghasilkan perbincangan yang sangat menarik, “Ke mana biasanya kamu jalan-jalan? Apakah dulu kamu suka berenang? Pernahkah kamu naik gunung?”. Semua itu tentang fisik. Sedangkan selera terhadap fisik calon pacar, masing-masing orang bisa menentukan sendiri. Yang jelas, awali dengan mendeteksi aspek “fisik” tadi.

Mewujudkan Komitmen

Abaikan janji, ganti dengan melihat bagaimana ia mewujudkan komitmen.

Komitmen tidak sama dengan “janji” (promise). “Besok kamu akan saya traktir”, itu janji. Komitmen lebih luas dan untuk bersama (berdua). Misalnya, calon pacar kamu punya komitmen, “Tidak akan membuatmu cemburu” atau “Akan bekerja agar akhir tahun bisa piknik bersama”.

Pernyataan itu tentunya diterapkan dalam bentuk tindakan.

Lihat bagaimana ia mewujudkan komitmen itu.

Kalau dia bilang, “Aku suka olah raga” tetapi selalu konsumsi minuman saset, itu artinya komitmen dia “low” alias rendah. Kamu mungkin sering dengar orang berkata, “Saya akan bersungguh-sungguh..”, “Saya akan datang jam 7 pagi”, dst. Jangan berharap banyak dari “janji” seseorang.

Bagaimana ia mewujudkan komitmen itulah masalahnya.

Akan menjadi beban dalam pacaran, kalau komitmen tidak terwujud. Cobalah bersikap realistis.

Setiap tindakan, berasal dari keputusan. Melakukan atau tidak, itu persoalan prioritas. Orang yang punya komitmen, punya prioritas. Ia akan pilih mana yang harus dilakukan lebih dahulu. Ia punya ukuran mana yang lebih penting.

Lihatlah dulu, seperti apa komitmen dia terhadap dirinya sendiri.

Saya lebih suka mempertimbangkan “kemungkinan”: “Orang ini akan mewujudkan komitmen ini dengan cara bagaimana? Dalam bentuk apa?”.

Teman yang baik, bisa mewujudkan komitmen, tanpa banyak kata.

Hampir semua orang menyukai pasangan yang bisa membuktikan apa yang ia ucapkan. “Saya pacar kamu. Saya ingin membantu kamu. Saya akan luangkan waktu untukmu. Saya tidak akan melupakanmu.”.

Menyenangkan? Tidak. Yang menyenangkan, jika ucapan itu terbukti.

Berkata, sepertinya tindakan kecil, mudah, bisa semanis mungkin, dan menyejukkan ketika didengarkan orang. Membuktikan kata, tidak demikian. Sangat berat. Seperti naik dari level Epic ke Glorious Mythic.

Pasangan yang baik, tidak banyak berjanji, “tidak” mengucapkan komitmen. Mereka bertindak, bertanggung jawab, dan mengambil keputusan. Membuktikan dengan tindakan.

Berani Mengatasi Kenyataan

Tidak hanya “menghadapi” kenyataan. Seringnya, kenyataan yang kita hadapi itu buruk, jadi memang perlu diatasi.

Pikiran kita menyunting realitas. Saya tuliskan fenomena “mengatasi kenyataan” ini ketika menulis “Piknik Tidak Bisa Segarkan Pikiranmu“. Cara kita mengatasi kenyataan yang bisa segarkan pikiran.

Berani atasi kenyataan itu jaminan terbaik dalam mengubah hidup. Berani untuk tidak menyerah. Berani menerima kekurangan diri sendiri lalu memperbaikinya. Tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Yang penting, lebih baik daripada “saya” yang kemarin.

Terimalah, kalau di YouTube ada anak berusia belasan tahun yang bisa mengungguli kemampuan kamu dalam hal tertentu. Mereka bisa balerina (ibunya sangat menerapkan disiplin), memainkan lagu-lagu terbaik di Guitar Hero, memainkan lagu-lagu Chopin sampai ” level 10″, sulap, beladiri. Mereka tidak seorang diri.

Sangat lucu, ketika sedang belajar, kamu membandingkan dirimu dengan orang lain (abaikan anak itu berumur 13 tahun), apalagi lebih dari 1 orang.

Banyak orang menyerah dan putus harapan, karena pikirannya memberikan bisikan, dengan membandingkan “hasil” orang lain.

Ada juga yang rajin berlatih olahraga cabang tertentu, namun hari berkelahi, demi pengakuan bahwa dirinya lebih hebat “di luar lapangan”, atau membuktikan bahwa lawan tidak tahu aturan.

Berkelahi itu penyimpangan dari sportivitas.

Kalau tidak punya uang, tidak perlu pamer, itu baru menghadapi kenyataan. Tidak punya pemasukan bulanan kemudian bekerja, itu mengatasi kenyataan.

Jangan Komplain

Komplain hanya menambah masalah. Apalagi dengan marah-marah. Kalau menurutmu dia tidak bisa, kapasitasnya tidak bisa memenuhi harapan, tidak usah komplain.

Mungkin tidak sekarang dia bisa, besok mungkin bisa. Atau memang tidak bisa, sekalipun sudah kamu dorong dan bantu. Sudah melewati 3 kali kesempatan, selalu molor kalau janjian. Tidak usah komplain. Coret saja dari daftar. Kamu kehilangan dia tetapi kamu sudah mencapai 1 kehebatan: tidak komplain.

Di film “Batman: Soul of Dragon” (2020), ada adegan menarik. Sang Guru meminta para murid untuk berlatih memecahkan batu bata. Tidak ada yang berhasil. Satu per satu, para murid komplain dan menjelaskan bahwa bata itu tidak bisa dipecahkan dengan pukulan tangan kosong. Tangan mereka berdarah dan sakit. Hanya Batman (Bruce Wayne) yang masih berlatih.

Sang Guru datang.

Batman bertanya, “Mengapa guru meminta kami melakukan sesuatu yang tidak mungkin?”.

Sang Guru menjawab, “Aku tidak meminta kalian mematahkan batu-bata, melainkan -berlatih- memecahkan batu-bata.”. Perhatikan proses, jangan berorientasi hanya kepada hasil. Maka tanganmu akan semakin kuat.

Membuat kita kuat, berawal dari merenungi, tanpa mendahulukan komplain.

Cara Memperlakukan Kata

Kata memiliki kekuatan. Suatu “kata” bisa sama bunyinya, artinya berbeda. Bisa sama tulisannya, artinya berbeda. Ingatlah ketika kamu kesulitan menuliskan kata pertama di chat, atau pas pelajaran mengarang di SMA. Salah pakai kata, pertemuan bisa rusuh, orang bisa marah.

Saya pernah melihat beberapa video di YouTube, yang dianggap viral. Banyak view, komentar pujian.  Ternyata, orang ini nggak ilmiah. Cara mereka memperlakukan kata, sudah dengan sendirinya memperlihatkan kemampuannya seperti apa.

Saya pernah bertanya, kepada diri sendiri, pada suatu hari, “Apa yang membuat kamu berpikir, percaya, terbujuk, bertindak, dan mengambil sikap?”. Itulah kekuatan kata-kata.

Perbuatan kita, lebih banyak terjadi secara tak-sadar, terjadi secara otomatis begitu saja. Orang mudah gelisah, marah, dan memberikan tanggapan, karena: ada pemicu yang mereka turuti. Beri orang umpatan tanpa alasan jelas, maka reaksi umum yang ia berikan adalah kemarahan, energi negatif, dan perang. Jadi, saya mendaftar ratusan kalimat dan mencari kata-kata apa yang bisa memicu pikiran, emosi, dan tindakan orang.

Jadi, coba amati lagi, apakah calon pacar kamu sangat memperhatikan pemakaian kata? Ataukah dia pencoba segala macam istilah baru yang sedang ngehit dan menghilang dalam 2 minggu agar kelihatan keren?

Kata adalah aspek terkecil dalam tindakan seseorang yang bisa membekas selamanya. Kata bisa memberikan tamparan menyakitkan, atau semangat yang mendorongmu bekerja.

Amati cara dia berkata-kata. Dalam percakapan-langsung, di chat, seperti apa ia memperlakukan kata-kata? Apa yang ia katakan? Apa kekhawatiran mereka? Apa ambisi mereka? Bagaimana mereka memperhatikan perasaan orang lain saat berbicara? Apakah mereka memperhatikan apa yang kamu katakan atau kamu tulis kemudian memberikan feedback, serta mengajak membahas itu?

Pikiran sering membingkai, memberikan jejak digital, dan melakukan potong-kompas informasi menjadi informasi dan penghakiman. Orang sering ingin menjelaskan apa saja yang ia tahu, bercampur dengan cerita dan dongeng.

Itu sebabnya, ketika dia berbicara, amati kosakata apa yang ia ucapkan.

Cara Memperlakukan Teman dan Keluarga

Bagaimana cara mereka memperlakukan orang di sekitarnya?

Saya sering terkejut, ketika bertemu orang-orang yang “terhormat” dan namanya sering diperbincangan karena latar belakang keluarga dan jabatan, tetapi cara mereka memperlakukan orang di sekitar benar-benar payah.

Seringnya, mereka tidak menyadari ini. Atau menyadari dan menganggap itu benar.

Misalnya: meminta anak-buah mereka berdisiplin dengan rasa ketakutan, menganggap orang lain berstatus sosial lebih rendah, suka mengejek, dan membungkus ketidaktahuan dengan pertanyaan hanya agar tidak ketahuan ia tidak menguasai apa yang ia bicarakan.

Terutama sekali, cara orang ini memperlakukan orang lain yang tidak memberikan keuntungan baginya. Siapakah “orang lain” yang tidak menguntungkan baginya? Penjual tak dikenal. Orang lewat. Tukang parkir. Penjual makanan. Mereka ini dianggap sebagai “figuran” dalam adegan di mana dirinya adalah pemeran utama. Orang lain hanya pendengar ketika ia bercerita. Semua percakapan selalu diberi garis-bawah dengan mengutip dirinya. Tentang bagaimana dirinya merasa hebat sebagai “manusia”.

Kawan yang buruk, memperlakukan kesempatan berhadapan dengan orang tak-dikenal, dengan buruk. Mereka cenderung memandang pertemanan sebagai hubungan fungsional dan transaksional. “Saya sedang baik hati kepadamu karena saya butuh kamu..”.

Tidak jarang, saya bertemu orang yang memperlakukan orang lain lebih rendah dibandingkan dengan dirinya. Mereka ini rasis, menganggap dirinya di peringkat hirarki sosial lebih tinggi.

Tidak jarang, seseorang memperlakukan pacar sebagai “property”, dengan hak-milik penuh, melakukan gaslighting, dan terjalin hubungan toxic.

Menjadi Lebih Baik

Mungkin saja kamu tidak punya cukup data dan waktu untuk mendeteksi seperti apa calon pacarmu, tetapi ada 1 ukuran termudah: “menjadi lebih baik”.

Orang bisa berubah dari biasa menjadi pintar, dari miskin menjadi kaya, dari tidak sehati menjadi sangat sehat. Atau sebaliknya. Orang boleh tidak kamu lihat dari pakaiannya, apa yang ia punya, pekerjaannya, dll. Apalagi kalau kamu cinta. Terlepas dari itu, perhatikan, apakah ia berubah menjadi lebih baik?

Berubah menjadi lebih baik, sangat cocok bagi siapapun yang optimis. Mungkin dulu dia playboy atau playgirl. Dulu. Sekarang atau besok, bisa jadi tidak. Jika “berubah menjadi lebih baik”.

Dengan melihat bagaimana ia memperlakukan kawan dan keluarga di sekitarnya, kelihatan sekali bagaimana ia akan memperlakukan kamu.

Epilog

Terlepas dari itu, percayalah, hal buruk bisa diubah bersama, asal sama-sama sadar dan berkomitmen untuk berubah.

Tidak ada yang mengharuskan kamu berpacaran. Abaikan mereka yang mengharuskan kamu melanjutkan hubungan pacaran jika hubungan itu sudah tidak nyaman dan merusak dirimu.

Dan jika belum, lihatlah kembali bagaimana cara kamu melihat [calon] pasangan. [dm]