in

6 Jalan untuk Mengenal Diri Sendiri Menurut Carl Jung

Mengenal diri, menurut psikologi Jung, berarti menentukan tujuan diri. Bukan tentang “siapa saya” melainkan tentang tujuan saya akan “menjadi siapa”.

(Image: Davide Bonazzi)

Pertanyaan itu sering tidak terjawab, padahal ketika masih berusia belasan tahun, kita punya pertanyaan itu.

Sebenarnya, konsep “siapa saya?” tidak berisi “jawaban” sederet kalimat. Bukan harus ini dan itu. Tidak seragam. Kitalah sebenarnya yang menulis “siapa saya”, dengan membuat keputusan dan bertindak.

Sekalipun agama dan masyarakat memiliki sederet persyaratan tentang diri yang ideal, pada kenyataannya, itu konsep diri ideal yang abstrak. Tidak akan “work”. Jika kita jalankan, memang masyarakat tertata dengan baik, tetapi “setiap orang” menjadi seragam, rata, dan tenggelam dalam rata-rata. Ilmu psikologi sibuk mengidentifikasi “orang ini” termasuk di karakter mana, memiliki masalah apa, dst. Pada sisi lain, kita ingin menjadi seseorang yang otentik, berbeda dari orang lain, namun unggul.

Tujuan mengenal diri sendiri, untuk “menjadi siapa” yang kita inginkan. Yang otentik. Tidak rata-rata.

Jalan terbaik untuk mengenal diri sendiri adalah memberikan “jembatan”, sarana, agar kita bisa mengenal diri-sendiri. Mau apa nanti, terserah kamu.

Berikut ini, 6 jalan untuk mengenal diri sendiri, dari psikologi Jung.

1. Teori Keinginan Mimetis

Mimetic” berarti “meniru”. Pahlawan apapun, dalam cerita, termasuk villain (tokoh jahat), memiliki keinginan yang menurutnya akan diinginkan orang lain. Ia melihat “arah”, hal yang bernilai dalam hidup. Coba tanyakan kepada seorang anak, ia ingin menjadi apa. Jawabannya sering berbeda antara kemarin dan besok, apalagi jika ada interval beberapa tahun. Keinginan tidak melekat. Keinginan itu disalin. Ego manusia, pada awalnya tidak bisa menerima itu, karena kita tidak dilahirkan dengan keinginan.

Kita mempelajari, menolak, atau menerima keinginan, seiring dengan waktu.

Actionable:

Biarkan diri kita berada di lingkaran dan lingkungan yang “sehat”, agar kita meniru yang baik. Semua orang menjadi rata-rata dari orang yang bergaul dengan mereka. Kita meniru dan memodifikasi orang lain..

2. Permainan “Status” dan Efek Pemenang

“Status” di sin berarti “kedudukan dalam hubungan sosial, profesional, dari seseorang atau sesuatu.”.

Status merupakan pendorong di balik penjualan produk mahal. Status (untuk terlihat “waow”) di media sosial, merupakan alasan kita mendapatkan Like dan Follow.

Status bukan permainan biasa. Status merupakan ukuran nyata, dengan konsekuensi biologis dan psikologis.

Ketika seseorang bisa kita kalahkan tanpa tamparan, itu merupakan tamparan yang sangat kuat. Ketika seseorang kita interogasi dan membocorkan rahasia terpenting dari kelompoknya, interogasi itu dapat menumbangkan kepemimpinan seseorang. Ketika suatu simbol ideologis dihancurkan, pelan-pelan ideologi itu runtuh.

Para sosiolog percaya, revolusi tidak pernah dilakukan kelas-bawah karena status kelas-bawah tidak memberikan kekuatan, semangat, dan percaya-diri untuk bisa menggulingkan pemerintah. Status sosial itu penting, dalam tataran psikologis maupun biologis.

Semakin tinggi status, semakin banyak barang yang bisa kamu dapatkan. Perempuan cantik memiliki penanda status penting bagi perempuan, lebih membuka pintu karier, lebih mungkin bertemu orang-orang yang berkuasa, mendapatkan makan-malam gratis, pakaian, dan keuntungan material.

Efek Pemenang merupakan prinsip kebajikan yang punya gagasan bahwa “semakin banyak” dan “semakin tinggi” status yang kamu miliki, semakin besar peluang menerima banyak barang. Sebaliknya, ini juga berlaku pada orang-orang yang kalah. Semakin sedikit dan semakin rendah status seseorang, ia hanya akan dapat sedikit barang dan kesempatan.

Anggapan “tidak perlu memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kamu” itu salah besar. “Jangan lihat orang dari penampilan dan fisik” juga salah besar.

Actionable:

  • Berpenampilan baik, terlihat baik, lebih mengetahui sesuatu dibandingkan orang lain, memiliki barang yang sangat diimpikan orang lain, terus perbanyak dan naikkan status, manfaatkan selalu potensi kamu.
  • Jika tidak ada internet, misalnya, ketika kamu sedang bertemu orang asing atau tidak ada yang mencari siapa kamu, maka “status” diukur secara lokal. Lebih baik berada di status tinggi daripada tenggelam di rata-rata.

3. Pengorbanan dan Kambing Hitam

Manusia melakukan pengorbanan sejak awal. Ini melekat dalam jiwa manusia. Mereka melakukan persembahan, kepatuhan, dan pengamatan terhadap alam. Kematian, membawa kita ke kehidupan lain, yang lebih baik. Pepohonan yang telah mati, bisa menjadi pupuk. Kematian merupakan siklus yang tidak pernah berahir. Lahir, hidup, mati, hidup kembali. Ini ada dalam ajaran agama. Secara natural, apa yang kita sebut kematian, merupakan peralihan dari bentuk kehidupan satu ke kehidupan lain. Pengorbanan, terjadi dalam “frame” seperti itu.

René Girard punya teori berbeda tentang ini. Girard masih memakai teori keinginan mimesis (kita meniru keinginan orang lain dan dipengaruhi orang lain). Ketika kita menginginkan apa yang diinginkan orang lain (pekerjaan, pasangan, rumah, mobil), kita terlibat dalam perang. Ketika semua orang bertengkar, maka keselamatan dan integritas kelompok menjadi terancam. Inilah krisis mimesis.

Jadi, “kelompok” memiliki 2 pilihan: 1. Saling-bunuh. Perang sipil. 2. Mencari kambing hitam. Ini terjadi karena orang ingin melakukan pengorbanan. Ini terjadi ketika manusia modern membuat peringkat, memilih teman, “survive”, dll. Kita tidak menganggap faktor eksternal sebagai masalah, justru sebaliknya, kita ingin melakukan “pengorbanan” itu untuk diri-sendiri. Inilah yang membuat manusia selama ratusan ribu tahun tetap survive.

Actionable:

  • Pertimbangkan pengorbanan. Berapa besar biaya yang dibutuhkan? Apakah kamu menjadi dirimu sendiri ketika melakukan pengorbanan?
  • Beberapa pengorbanan, memang “harus”, seperti: mengurangi waktu yang tidak berguna, untuk mempelajari pekerjaan, mengejar prestasi, dst.

 

4. Arketip

“Arketip”, kata Jung, adalah gambaran psikologis dari suatu karakter yang secara universal ada dalam jiwa manusia.

Arketip ada dalam mitos, tradisi, seperti “watak Arjuna” atau “kepemimpinan Kresna”. Contoh: “Arjuna itu sakti, ganteng, dan disukai banyak perempuan.”

Joseph Campbell menjelaskan bahwa mitos, cerita, dan agama bagi manusia sama artinya dengan kanguru yang baru lahir. Terlalu cepat. Manusia perlu waktu bertahun-tahun untuk menjadi dewasa. Kecerdasan manusia membuat mereka juga rentan terhadap kekacauan dunia.

Manusia memiliki kekuatan untuk memilih apa yang harus dilakukan setelah bangun tidur. Bagaimana cara kamu memilih? Bagaimana cara kamu menentukan prioritas?

Kalau kamu bertanya ke kawan di sekitarmu, mereka jarang menentukan atau menunjukkan pilihan spesJika Anda bertanya kepada orang-orang apa yang ingin/sedang mereka lakukan dalam hidup mereka, hanya sedikit dari mereka yang akan memberikan jawaban spesifik.

Agama mendapatkan reputasi buruk, karena perilaku pemeluknya. Pada sisi lain, agama menjadi kumpulan “cerita” yang lengkap dan luas, tentang kehidupan psikologis, sosial, dan antropologi. Meskipun sering bertentangan dengan ilmu pengetahuan, agama menjelaskan cara-kerja dunia. ungsi sosial ini memberikan masyarakat struktur nilai yang terverifikasi sehingga manusia dapat membangun kehidupan yang bermakna.

Actionable:

Baca kembali cerita-cerita kuno untuk membentuk batin kita dan membuat hidup menjadi lebih bermakna. Pahami sebagai simbolisme, jangan dekati dari sudut-pandang sains. Agama tidak bisa dipahami dari sudut pandang material dan sains. Memahami agama itu tentang memahami makna kehidupan dan kita mau jalan ke mana.

5. Shadow (Bayangan)

Shadow” (bayangan) merujuk pada sesuatu yang tidak mau kita tunjukkan kepada orang lain, atau bagian yang belum kita pahami.

“Shadow” tidak selalu sisi-gelap, bukan sisi negatif. “Shadow” bisa menjadi potensi. Itu sebabnya, kita perlu tahu “shadow” kita sendiri.

Setelah mengikuti pelatihan beladiri, seseorang mungkin baru mengerti bahwa ia memiliki kecerdasaan kinestetik yang sangat kuat. Setelah seseorang mengikuti workshop keaktoran, mungkin ia baru mengerti bahwa sisi negatif dirinya, bisa diarahkan ke dunia pemeranan (acting). Shadow adalah salah satu jalan untuk mengetahui batas potensi kita.

Kita sering mendapatkan “penyeragaman” dari norma, yang sering menenggelamkan bakat kita, membuat kita tidak utuh dalam mengenal diri sendiri. Kita menyimpan banyak “cerita rahasia”, hidup dalam “tekanan” (stress), sampai-sampai kita mengidentifikasi itu dengan cara-cara yang belum tentu sejalan dengan diri kita. Masyarakat, misalnya, sering menganggap “pikiran negatif” sebagai sesuatu yang tidak boleh muncul dan membahayakan, “kemarahan” dianggap sepenuhnya emosi negatif.

Di sinilah, “arketipe” dan cerita, merupakan simbol psikologis yang membawa (menjadi jembatan) makna, antara alam sadar dan bawah-sadar. Mimpi adalah salah satu bentuknya.

Mimpi merupakan simbol yang saling berinteraksi. Kadang langsung datang dari “shadow” (bayangan).

Jung percaya, tujuan hidup manusia adalah mengintegrasikan “shadow” menjadi utuh, seperti ketika kita terlahir di dunia.

“Bayangan” bukanlah hal yang gelap. “Bayangan” berisi potensi, sisi-diri yang belum kita kenal.

Perhatikan proyeksi bayangan kita, melalui tindakan orang lain. Misalnya? Ketika kita tidak suka orang lain membicarakan kita di belakang, menandakan ada sesuatu yang kita tekan, yaitu, kita ingin diterima orang lain sepenuhnya. Perhatikan proyeksi bayangan kita. Apa yang membuat saya terobsesi terhadap sesuatu? Apa yang membuat saya marah sampai di bawah sadar? Apa yang sangat mengganggu pikiran saya? Dengan cara seperti inilah kita bisa melihat “bayangan” kita sendiri.

Pada orang-orang yang terlahir cantik, kaya, mudah bergaul, dll. “shadow” paling sering mengandung ciri-ciri karakter asosial seperti kekerasan atau kemarahan. Ketika orang-orang seperti ini, dapat menyadari sifat-sifat buruk di dalam diri mereka, maka ia dapat mengendalikan sifat buruknya, serta mengembalikan energi yang telah rusak, karena sifat-sifat ini tidak boleh mereka munculkan.

Semakin besar kamu menekan, dan semakin tak-sadar, maka “shadow” kamu semakin kuat.

Kata-kata, gerakan fisik, merupakan menyimpan “shadow”. Kita tidak bisa sepenuhnya membaca karakter seseorang dari fisik dan bahasa tubuh mereka, namun dengan menyadari penampilan dan bahasa tubuh sendiri, maka seseorang dapat lebih mengenal “shadow” mereka.

Dalam dunia acting (pemeranan), “shadow” dapat dimunculkan dan dikendalikan dengan mudah. Mereka yang mengerti dunia acting, lebih mudah mengenal dan mengintegrasikan “shadow” mereka dan mendapatkan energi besar. Bayangkan, tiba-tiba kamu “marah” karena sesuatu yang tidak kamu inginkan, lalu kamu menyadari “harus bagaimana” (artinya, sepenuhnya bisa mengendalikan diri) ketika marah. Tentu ini membuat orang berpikir kamu tidak sedang marah, atau kamu sangat mengerti “emosi” kamu sendiri.

Terapkan apa yang selalu kamu tekan. Yang ingin kamu lakukan adalah kekerasan. Kamu bisa luapkan kekerasan melalui olahraga bela-diri, seperti tinju, kick-boxing, dll. Kekerasan tidak buruk, ketika itu menyehatkan dan untuk tujuan pertahanan. Kekerasan tidak buruk ketika kamu harus menyerang pertahanan musuh.

Yang terpenting bagi seorang pahlawan adalah menyadari kekuatannya dan mengendalikan emosinya. Ini dapat terjadi jika Sang Pahlawan mengenal dan mengendalikan “shadow” mereka.

Batman bukan sosok kuat secara psikologis, pada masa awal karir. Batman tidak kuat menghadapi metode cuci-otak Constantine, namun tahu apa yang harus ia lakukan untuk me-recover siapa dirinya, dengan cara menuliskan daftar kenangan buruk yang pernah terjadi padanya. Batman hidup dalam “bayangan” dirinya sendiri. Batman tidak mengandalkan kekayaan dan nama besar orang tuanya. Batman justru hidup di balik topeng dan anonim, untuk mengalahkan kejahatan di Gotham.

Actionable:

  • Kenali sisi gelap dari dirimu. Fantasi tak-wajar, pikiran negatif, dll. Pelajari pemicunya, kapan itu muncul, dan belajarlah mengendalikan dan melampiaskan itu di konteks yang tepat.
  • Sadari kekuatan energi dari wilayah yang belum kamu kenal dari dirimu.

6. Hero Journey (Perjalanan Pahlawan)

Kita bisa memahami “arketip” jika memahami “perjalanan pahlawan”. Ini disebut “monomyth” atau “hero journey”.

Seperti apa itu? Hampir semua cerita tentang pahlawan, berdasarkan struktur naratif yang dibuat Joseph Campbell di pertengahan Abad ke-20. Semua cerita pahlawan, terutama dalam dongeng mitologi, memiliki transformasi. Pahlawan mengalami transformasi, dari karakter “sebelum” menjadi karakter “setelah”.

Bagaimana “perjalanan pahlawan” terjadi?

Setiap pahlawan mengalami petualangan fisik (keluar dari rumah) dan psikologis (melihat kenyataan). Para pahlawan di cerita Disney, selalu terpisah dari rumah, dari keluarga, atau dari komunitas mereka, kemudian mengalami perjalanan penuh beban. Dunia yang tidak seperti biasanya. Dunia yang membuatnya menerima pelajaran berharga: sedih, teman baru, kekerasan, dan melihat realitas dengan cara berbeda. Dunia tidak seperti yang ia pikirkan. Masalah lebih besar dari yang ia alami ketika keluar dari rumah. Pahlawan ini lantas bertemu dengan “ilmu pengetahuan”, atau bertemu seorang mentor, yang membuatnya membenci keadaan. Mentor inilah yang menghancurkan dirinya yang lama, yang mengatakan bahwa Sang Pahlawan memiliki kekuatan yang belum pernah dikeluarkan untuk (misalnya:) melawan Naga Besar. Inilah transformasi, perpindahan bentuk, di mana Sang Pahlawan bertemu “shadow”, menemukan “potensi”, yang membuatnya percaya diri untuk menyelamatkan dunia. Pahlawan ini akhirnya kembali ke rumah, sebagai diri yang berbeda, yang lebih kuat.

*Kenyataan:* Tidak semua orang mendengarkan “panggilan” untuk keluar dari rumah. Tidak semua orang mengambil kesempatan menempuh “jalan”, karena takut rintangan, karena pikirannya sendiri memblokir panggilan itu dengan iming-iming kemapanan, kenyamanan. Tidak semua orang membuka mata untuk melihat “ilmu pengetahuan”, mengabaikan “mentor” yang sudah lama menunggunya. Tidak semua orang percaya bahwa ia memiliki kekuatan untuk mengalahkan “masalah yang dihadapi semua orang”. Tidak semua orang mau kembali ke rumah, untuk memperkenalkan dirinya yang sudah berbeda.

Perjalanan Pahlawan adalah peta kehidupan. Peta makna. Takdir semua orang. Potensi semua orang.

Actionable:

  • Ciptakan “Perjalanan Pahlawan” versimu sendiri. Ini perjalanan psikologis dan perjalanan makna.
  • Jadilah pahlawan bagi dirimu sendiri, dengan begitu kamu menjadi pahlawan bagi orang lain (duniamu).

Mengetahui dan menerapkan 6 jalan di atas, kita bisa lebih mengenal diri sendiri. “Siapa saya?” bukanlah pertanyaan. Itu tujuan, sekaligus jalan untuk mengenal diri. [dm]