in

Terdakwa Korupsi BPR Salatiga Ungkap Pernah Beri ‘Jatah’ untuk Wali Kota

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menyidangkan kasus dugaan korupsi BPR Salatiga. (baihaqi/jatengtoday.com)

SEMARANG (jatengtoday.com) — Wali Kota Salatiga disebut-sebut dalam sidang kasus dugaan korupsi penyelewengan dana nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Salatiga.

Dalam sidang daring yang berpusat di Pengadilan Tipikor Semarang Senin (17/1/2021), salah satu terdakwa dalam kasus itu, Dwi Widiyanto mengatakan bahwa dirinya pernah dimintai uang yang diduga diperuntukkan bagi wali kota selaku pemegang saham terbesar BPR Salatiga.

Menurut Widiyanto, sebelum menjabat sebagai Direktur II BPR Salatiga, dia sempat diminta sekitar Rp50 juta. Kemudian setiap bulan, gajinya dipotong Rp5 juta oleh Direktur Utama BPR Salatiga M Habib Shaleh.

Usai sidang, kuasa hukum terdakwa, Andi Firmansyah mempertegas keterangan kliennya tentang dugaan aliran dana ke wali kota.

“Gaji dipotong tiap bulan itu kan uangnya kurang jelas. Sama dimintain lagi uang untuk syukuran pada wali kota. Dulu yang pertama lewat Sri Mulyono (mantan penasihat hukum), yang kedua lewatnya Pak Habib,” ujarnya.

Meskipun dugaan tersebut tidak didukung data yang kuat, tetapi ada desakan untuk mengusutnya agar tidak timbul fitnah.

Hermansyah Bakrie selaku kuasa hukum Triandari Retnoadi (terdakwa lain dalam kasus BPR Salatiga) mengatakan, jika benar apa yang dikatakan Widiyanto berarti ada tindakan gratifikasi.

“Menurut fakta persidangan, Widiyanto mengungkap bahwa gajinya dipotong (diduga) untuk wali kota. Kami meminta jaksa untuk mengusut masalah itu,” tegas Bakrie.

Dia mempertanyakan kenapa dalam persidangan jaksa tidak menghadirkan bidang perekonomian selaku pembina BPR, wali kota sebagai pemilik BPR, serta pihak inspektorat.

Sebaga informasi, dua Direktur BPR Salatiga Dwi Widiyanto dan Triandari Retnoadi serta Sunarti selaku Kepala Kantor Kas Pemkot BPR Salatiga didakwa melakukan korupsi bermodus penyimpangan pengelolaan simpanan nasabah BPR Salatiga.

Tindakan itu diduga dilakukan dalam kurun waktu 2008-2018. Mereka mengambil dana nasabah di luar sistem perbankan. Sehingga terjadi selisih saldo simpanan nasabah dengan total Rp24,07 miliar.

Selain tiga terdakwa, dua karyawan BPR Salatiga Maskasno dan Bambang Sanyoto juga ikut terseret. Mereka didakwa memanfaatkan Iayanan jemput bola, mengambil uang nasabah tapi tak disetorkan ke kantor.

Kasus tersebut sebenarnya merupakan pengembangan. Pada 2019 lalu pengadilan telah mengadili Direktur Utama BPR Salatiga M Habib Shaleh dan dua marketing, Retnaningtyas Herlina Prananta dan Jatmiko Nurcahyo. (*)

editor : tri wuryono