SURAKARTA (jatengtoday.com) – Berkiprah selama 30 tahun berkarya dalam kesenian tari, memang bukanlah hal yang bisa dikatakan mudah.
Namun, Sanggar Greget Semarang menunjukkan kemampuan bertahan sekaligus berkembang hingga sekarang.
Hal itu terungkap saat Sanggar Greget Semarang menggelar pertunjukkan tari bertajuk “Tanda Tresno” di Pendopo Ageng Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Surakarta, Sabtu (23/4/2022).
Pengasuh Sanggar Greget Semarang, Yoyok Bambang Priyambodo, mengungkapkan, proses yang ditempuh selama 30 tahun memang bukanlah hal yang mudah.
Meski demikian, semangat yang terus dijaga dan diwariskan kepada generasi muda, menjadi bukti bahwa keteguhan dalam berkarya merupakan wujud bhakti seorang seniman terhadap nusa dan bangsa melalui kesenian.
“Terlepas dari berbakti atau tidak, kita berbuat misalkan disebut berbakti kepada Nusa dan Bangsa lewat kesenian, mungkin bisa seperti itu. Kalau Greget berpikir, yang penting bisa memberi edukasi (seni tari) ke anak-anak, mereka bisa belajar, tampil, dan menyajikan sesuatu. Syukur bisa kolaborasi dengan kelompok lain dari luar, bahkan dari luar negeri, dan menciptakan ajang silaturahmi yang baru, itu maksud kami,” kata Yoyok di sela acara.
Yoyok menambahkan, selain Sanggar Greget Semarang, pihaknya juga mengajak empat sanggar lainnya, yakni Sanggar Setyo Langen Budoyo dari Wonosobo, Sanggar Acharya Budaya dari Blitar, Sanggar Wahyu Tri Doyo Banyumas, dan Sanggar Shinta Semarang. Keempat sanggar tersebut, tampil menyajikan karya-karya Sanggar Greget sebagai bentuk penghormatan.
Menurutnya, helatan bersama yang didukung TBJT ini juga menjadi bentuk Tanda Tresno antar sanggar tari. Bagi dia, wujud Tresno, bukan hanya cinta, namun juga sikap saling menghormati.
Maka itu, Yoyok ingin agar ajang silaturahmi antar sanggar dapat terus terjaga dengan harmonis dan saling membangun.
“Ini sebagai Tanda Tresno mereka (sanggar lain) kepada Greget. Sehingga mereka mau nyengkuyung bareng, kita berbuat bersama dengan sikap saling menghormati,” tambahnya.
Lebih jauh, Yoyok meminta kepada sanggar-sanggar tari lainnya agar dapat berkembang lebih baik lagi. Dia menilai, selain semangat, kemauan untuk terus belajar menjadi salah satu kewajiban yang harus dipenuhi.
“Perlu untuk terus belajar. Terus memproduksi karya baru, bertemu dengan orang-orang baru, menjalin silaturahmi dengan kantong-kantong budaya. Menurut saya itu harus dilakukan dengan penuh kesabaran, dan passion,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Sanggar Wahyu Tri Doyo, Dwi Pamungkas, menyampaikan apresiasnya terhadap Sanggar Greget yang sudah lama berkiprah. Baginya, Sanggar Greget adalah acuan dan panutan untuk terus bergerak dan mengembangkan kesenian tari kepada generasi muda.
“Bagi saya, Sanggar Greget itu acuan untuk terus berkarya. Melihatnya (Greget) terus memproduksi karya, memacu saya untuk dapat berbuat hal yang sama,” kata dia. (*)