in

Pembangunan Dipaksa Berhenti, Pihak Gereja Tlogosari Merasa Terintimidasi

SEMARANG (jatengtoday.com) –  Pihak Gereja Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari di Jalan Malangsari Raya Nomor 83, RT 6 RW 7, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Semarang, merasa terintimidasi oleh tim khusus yang dibentuk oleh Wali Kota Semarang.

Pekerja yang membangun gereja tersebut ketakutan karena diminta untuk menghentikan aktivitas pekerjaan. Penghentian aktivitas sementara itu terjadi setelah ada intimidasi dari tim khusus yang dibentuk oleh Pemkot Semarang. Tim tersebut jumlahnya 40 orang. Mereka akan bekerja mengurai berkaitan dengan IMB itu.

“Bekerja kurang lebih tiga bulan lamanya. Mereka meminta pekerjaan berhenti,” kata Pendeta GBI Tlogosari, Wahyudi, kepada jatengtoday.com, Selasa (10/3/2020).

Dijelaskan Wahyudi, sebelumnya, tim khusus tersebut sempat meminta pihaknya untuk membuat surat pernyataan terkait penghentian pembangunan gereja tersebut. “Tapi saya enggak mau. Kemudian mereka menyambangi pekerja pada Selasa (10/3/2020). Ada puluhan orang, kurang lebih 30-40 an orang. Akhirnya (aktivitas pembangunan) berhenti. Tukangnya tidak berani bekerja karena ketakutan,” katanya.

Pihaknya menegaskan tidak bersedia menulis surat pernyataan. Namun apabila memang Wali Kota Semarang memberikan surat penghentian aktivitas pekerjaan sementara, pihaknya tidak bisa berbuat banyak.

“Ya kami berhenti,” katanya.

Sejauh ini telah dilakukan pertemuan beberapa kali antara pihak gereja dengan sekelompok masyarakat setempat dengan difasilitasi Pemkot Semarang. Namun hingga saat ini tidak menemukan titik temu. Sehingga masalah pendirian gereja tersebut berlarut-larut.

“Sebenarnya, masalah itu tergantung ketegasan wali kota. Terakhir, pertemuan pada 22 November 2019, difasilitasi Polsek Pedurungan. Itu ada ketegasan, sebagaimana diungkapkan Kapten Sujono, agar diselesaikan di pengadilan. Pihak saya dengan pihak Pak Azis (saat itu) sama-sama mengiyakan. Artinya, menang atau kalah di pengadilan,” terangnya.

Namun demikian, pihak tokoh masyarakat yang menolak rencana pembangunan gereja tersebut justru mengajukan gugatan di PTUN. “Namun baru pendaftaran sudah ditolak. Di bagian perizinan juga ditolak. Bahkan mereka meminta Pak Wali Kota mencabut IMB pembangunan gereja,” katanya.

Menurut dia, sejak dari awal rencana pembangunan gereja telah sesuai prosedur. Telah melewati berbagai tahap sejak mulai Juli 1998 silam. Mulai dari pengurusan izin prinsip, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan lain-lain.

“Sebelum enam bulan berakhir, kami sudah memulai pembangunan. Hanya saja karena sering diganggu, berhenti, lalu mulai lagi, berhenti lagi. 2019 mulai pembangunan lagi. Izin prinsip (masa berlakunya) untuk selamanya. Untuk IMB, klausulnya kalau enam bulan tidak dikerjakan hangus (masa berlakunya/kadaluarsa), tapi kami (dulu) sudah mengerjakan pembangunan. Pembangunan ini berlarut-larut karena selalu diganjal oleh pihak tertentu,” katanya.

Kepala Kesbangpol Kota Semarang Abdul Haris, mengatakan kegiatan pada Selasa (10/3/2020), hanya penghentian pembangunan sementara. Tidak ada pencabutan IMB, maupun pelarangan pembangunan gereja dan lain sebagainya.

“Kenapa Pemkot Semarang melakukan itu, karena Pak Wali sudah membentuk tim yang terdiri dari semua forkopimda. Di bawahnya dan Kasat Intel dan sebagainya. Di dalamnya ada asisten 1, asisten 2, Kapolrestabes, Dandim, Danlanal dan lain-lain. Intinya dalam kasus tersebut meminta waktu dalam menyelesaikan kasus di Malangsari ini,” kata Haris yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Khusus terkait penyelesaian polemik pendirian GBI Malangsari tersebut.

Sempat ada demo protes dari pihak warga penolak gereja beberapa waktu lalu, mengapa pembangunan gereja tersebut berjalan terus. Sedangkan persoalan ini belum selesai. “Supaya adil, dua pihak berdiam dulu saja. Tidak ada demo (penolakan), dan pembangunan juga diberhentikan. Tetapi tim tersebut bekerja untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Haris menggarisbawahi, penyelesaian masalah ini bukan mencabut IMB. Tetapi memberhentikan pembangunan yang sudah berjalan. “Karena kalau tidak diberhentikan, ada demo terus. Maka lebih adilnya, sama-sama berhenti. Demonya berhenti, pembangunannya juga berhenti sembari menunggu tim menyelesaikan masalah,” katanya.

Pemkot Semarang berharap masalah ini tidak masuk ke ranah hukum. “Maka sekali lagi mari bersama-sama mencari solusi terbaik. Tim ini dibentuk berdasarkan keputusan Wali Kota Semarang. Paling lama diberikan waktu tiga bulan. Terhitung sejak 5 Maret 2020. Demi ketenteraman, kerukunan, apalagi ini berkaitan rumah ibadah. Maka harus dicarikan solusi terbaik. Tidak boleh ada gontok-gontokan,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto

Abdul Mughis