SEMARANG (jatengtoday.com) – Meski telah dilakukan mediasi beberapa kali dengan difasilitasi Wali Kota Semarang, polemik penolakan pembangunan gereja di Jalan Malangsari Nomor 83, RT 06 RW VII, Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang rupanya belum tuntas.
Rencana pembangunan gereja tersebut masih diwarnai penolakan.
Bahkan memorandum dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang dinilai belum berpihak dalam menciptakan dan merawat kerukunan umat beragama. Sebab, isi memorandum tersebut pada intinya menolak memberikan rekomendasi dengan alasan “belum memenuhi syarat administratif”.
Para pegiat hak asasi manusia serta kebebasan beragama dan berkeyakinan menyayangkan rekomendasi tersebut. Mereka terdiri dari YLBHI-LBH Semarang, Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, EIN Institute, Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan-Kevikepan Semarang, Gusdurian Semarang dan DPC Permahi Semarang.
“Kami menyayangkan saran FKUB Kota Semarang kepada pemerintah untuk memfasilitasi tersedianya lokasi lain untuk pembangunan rumah ibadah GBI Tlogosari. Ini adalah preseden buruk dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan di Kota Semarang yang selama ini dikenal sebagai kota yang toleran dan pluralis,” kata juru bicara LBH Semarang, Naufal, Kamis (19/9/2019).
Pihaknya tidak sepakat dengan tafsir FKUB Kota Semarang terhadap PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, khususnya soal makna “dukungan masyarakat setempat”. FKUB Kota Semarang menafsirkannya secara sempit sebagai lingkungan RW, padahal seharusnya diartikan dalam lingkup kelurahan sebagai wilayah administratif terkecil di Indonesia.
“Isi memorandum FKUB Kota Semarang memiliki kekeliruan pemahaman yang substansial terhadap PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Kesannya, sikap FKUB Kota Semarang berpihak pada kelompok intoleran yang menghalangi pembangunan rumah ibadah, padahal telah memiliki IMB sah,” ungkapnya.
Dia meminta FKUB Kota Semarang menghormati IMB yang telah dimiliki oleh GBI Tlogosari sebagai produk hukum sah sesuai peraturan yang berlaku pada saat pembuatannya. “Kami meminta FKUB Kota Semarang mengeluarkan rekomendasi pembangunan rumah ibadah bagi GBI Tlogosari sebagaimana yang telah dimohonkan karena semua syarat yang diminta telah dipenuhi,” tandasnya.
Lebih lanjut, Naufal menceritakan, persoalan pendirian rumah ibadah GBI Tlogosari mencuat sejak insiden 1 Agustus 2019 lalu. Ketika itu, sejumlah warga melakukan aksi penghentian pembangunan dan menggembok pagar gereja yang sedang dibangun. “Padahal gereja tersebut telah memiliki IMB sejak tahun 1998, sesuai dengan aturan yang berlaku saat itu, yakni Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969,” katanya.
Selanjutnya, pada tanggal 6 Agustus 2019, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi turun tangan mengadakan audiensi pertama antara kedua belah pihak. Hasilnya, pihak GBI Tlogosari diminta melampirkan tanda tangan umat dan warga di sekitar gereja, agar ada kesesuaian dengan ketentuan baru soal pendirian rumah ibadah. Yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
“Setelah mengumpulkan 90 tanda tangan dan KTP pengguna GBI Tlogosari serta 60 tanda tangan warga Kelurahan Tlogosari Kulon yang menyatakan tidak keberatan atas pendirian bangunan gereja, pihak GBI Tlogosari mengajukan permohonan rekomendasi kepada FKUB Kota Semarang untuk melanjutkan pembangunan gereja,” katanya.
Pada Rabu (18/9/2019), Wali Kota Semarang kembali memimpin audiensi lanjutan untuk menyelesaikan perselisihan terkait pendirian rumah ibadat GBI Tlogosari. Audiensi diadakan di Balai Kota, dihadiri oleh jajaran Forkompinda Kota Semarang, pihak Kantor Kementerian Agama Kota Semarang, FKUB, dan sejumlah pihak lain.
Dalam audiensi ini, lanjut Naufal, Ketua FKUB Kota Semarang, Mustamaji, membacakan memorandum sebagai sikap resmi lembaganya terhadap permohonan rekomendasi yang diajukan oleh GBI Tlogosari tersebut. “Isi memorandum pada intinya menolak memberikan rekomendasi dengan alasan “belum memenuhi syarat administratif”. Memorandum merujuk pada pasal 14 ayat 2 huruf b jo. pasal 13 ayat 2 PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 dengan tafsir bahwa ‘belum terciptanya aspek kerukunan umat beragama di lokasi calon pendirian gereja, sehubungan dengan adanya ketidaksetujuan masyarakat setempat lokasi calon pendirian gereja’,” terangnya.
Lebih lanjut, masih kata Naufal, FKUB menyoroti bahwa warga pendukung pembangunan gereja ada yang berasal dari RW 8, sementara rumah ibadah berada di RW 7 Kelurahan Tlogosari Kulon. “Selanjutnya, FKUB Kota Semarang menulis di butir kedua memorandum dan menyampaikan saran kepada Pemerintah Kota Semarang agar memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat untuk umat GBI Tlogosari,” ujarnya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi sebelumnya mengatakan diperkirakan membutuhkan waktu 30 hari untuk memperbarui perizinan lama. Mulai dari Keterangan Rencana Kota (KRK) 15 hari dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maksimal 15 hari. “Saya rasa ini menjadi role model. Dengan begitu satu dengan yang lain tidak ada yang merasa dikalahkan,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto