SEMARANG (jatengtoday.com) – LBH APIK Semarang menyoroti kasus kekerasan berbasis gender di era digital. Seringnya korban kekerasan mengalami hambatan untuk memperoleh hak-hak mereka.
Menurut catatan LBH APIK Semarang, sepanjang tahun 2021 kasus kekerasan perempuan semakin meningkat. Antara lain kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga berbasis gender online.
Kemudian, kekerasan berbasis gender online (KBGO), serta kekerasan seksual terhadap anak dan incest.
Baca Juga: LBH APIK Semarang Terima 55 Aduan Kasus Kekerasan Seksual di Kampus
Direktur LBH APIK Semarang, RR Ayu Hermawati Sasongko mengungkapkan, tahun ini pihaknya mendapatkan pengaduan 67 kasus. Sebanyak 50 kasus didampingi, baik dari proses litigasi maupun nonlitigasi.
“Dari kasus itu, 9 kasus adalah KBGO,” ungkap Ayu saat launching data catatan tahunan LBH APIK secara online, Selasa (21/12/2021).
Selama ini, pihaknya melakukan pendampingan penyelesaian korban KBGO dengan proses nonlitigasi. Karena korban merasa takut jika kasusnya diselesaikan melalui proses hukum maka korban akan mendapatkan revictimisasi.
“Rata-rata pelaku adalah orang terdekat korban antara lain ayah kandung, ayah tiri, suami, tetangga, dosen, pacar, mantan pacar,” imbuh Ayu.
Menutrutnya, ada banyak tantangan dalam pendampingan bantuan hukum untuk korban di era digital ini.
Dia menyebut, negara belum melindungi hak korban kekerasan seksual di dalam aturan hukum perundangan-undangan secara khusus, padahal jumlah kasusnya semakin meningkat dan modusnya kian beragam.
Negara juga belum memberikan hak perlindungan terhadap pendamping dan paralegal yang terancam jiwanya ketika melakukan pendampingan bantuan hukum.
“Negara belum mempunyai mekanisme aturan hukum terkait perlindungan terhadap korban kekerasan berbasis gender dalam masa era digital ini,” kritik Ayu. (*)