in

LBH APIK Semarang Terima 55 Aduan Kasus Kekerasan Seksual di Kampus

Ilustrasi - Kekerasan. (pixabay)

SEMARANG (jatengtoday.com) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang mencatat tingginya kasus kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi Jawa Tengah.

“Pada tahun 2020–2021, angka kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi mencapai 55 kasus,” ungkap Direktur LBH APIK Semarang, RR Ayu Hermawati Sasongko, Minggu (12/12/2021).

Data kasus itu dihitung berdasarkan pengaduan yang masuk di LBH APIK Semarang. Kekerasan seksual tersebut terjadi di kampus swasta dan negeri. Namun, dia enggan mengungkapkan rinciannya.

Jenis kekerasan seksual bermacam-macam. Seperti pelecehan seksual, pelecehan verbal, pemerkosaan, hingga kekerasan berbasis gender inline (KBGO).

Jika dilihat dari catatan tahunan LBH APIK Semarang, kasus KBGO ini menjadi jenis kekerasan yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.

Di sisi lain, dari hasil survei kekerasan seksual yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) menunjukkan, dari 771 responden, 173 atau 22.44 persen, mengaku pernah mengalami atau melihat atau mendengar tindakan pelecehan seksual di kampusnya.

BEM KM Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 2021 juga melakukan survei serupa. Temuan fakta kekerasan seksual cukup mengejutkan.

Dari 133 responden, 59 di antaranya mengaku pernah mengalami kekerasan seksual. Rinciannya, 93,38 persen korban perempuan dan 6,02 persen korban laki-laki.

Dari jumlah itu, paling banyak berstatus mahasiswa mencapai 92,48 persen, disusul oleh karyawan sebanyak 4,51 persen, dosen 0,75 persen, dan alumni 2,26 persen.

Di dalam survei tersebut juga termuat hasil yang menyatakan bahwa sebanyak 72,9 persen korban tidak melakukan pelaporan terhadap kasus yang dialaminya. Sisanya sudah melapor ke pihak atau lembaga yang berwenang.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) berkomitmen untuk menjadikan kampus bebas dari kekerasan seksual. Kampus harus menjadi tempat yang paling aman.

Hal itu ditunjukkan dengan menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Sayang, peraturan tersebut selain mendapat dukungan juga menuai protes. Beberapa pihak menganggap bahwa tersebut melegalkan perzinaan. (*)

 

Editor: Ajie MH