Ketika belajar JavaScript, saya buat game offline, untuk saya dan kawan-kawan, seperti “tebak kata”, “pesawat tembak”, dll. Belajar pemrograman, paling asyik kalau berbasis project. Belajar dan ada hasilnya.
Game yang saya nilai bagus, karena buatan sendiri, dinikmati beberapa kawan (mereka tertawa keras sekali karena game ini seru).
Kemudian game itu hilang.
Saya tidak menyesal ketika file game itu hilang, karena tujuan saya belajar JavaScript, bukan membuat game.
Sama halnya, kita sering menceritakan pengalaman baik-buruk, tetapi bekasnya sudah tidak ada.
Ada cerita lain. Saya beli buku catatan, maunya untuk menulis catatan. Ternyata, halaman polos di catatan itu lebih asyik saya pakai drawing.
Tidak ada tulisan sama sekali. Seluruh halaman, full berisi drawing.
Ketika menyukai dokumentasi, ada kejadian lain lagi. Saya merekam kawan saya yang sedang acting ketika latihan teater. Setelah itu, kami melihat bersama: gesture, mimic, blocking, dialog, kami bahas bersama.
Itulah yang terjadi. Melenceng dari tujuan awal. Tujuan merekam saat itu, bukan untuk dokumentasi (apalagi share di medsos, ah, tidak sama sekali) melainkan hanya untuk evaluasi. Hasil yang terlalu banyak kekurangan itu, bisa menjadi contoh yang baik, ketika ada orang mau belajar bermain teater.
Kamu bisa membuat permainan menjadi novel, jika membuat permainan merupakan proses yang harus kamu lewati untuk menulis novel. Kamu bisa naik gunung, dengan motivasi untuk menulis. Masih banyak contoh lain.
Intinya, berubah dari tujuan awal dan tujuan pada umumnya, itu tidak masalah.
Kita sering lakukan rekonstruksi dari apa yang kemarin terjadi. Kemudian, membuat “peraturan”: kita akan jalankan ini, tidak perlu pembaruan, dan anggap itu cara aman.
” Baiklah, sekarang kita sepakati pakai cara ini, mulai besok kita jangan pakai cara lain, karena sudah habis-habisan kita bahas..”.
Pernah seperti itu dalam kelompok? Pernah kamu katakan kalimat serupa kepada dirimu sendiri?
Sepintas aman, namun sebenarnya itu jebakan.
Medium memiliki “pesan” berbeda. Ketika kamu membuat game, keadaannya tidak sama dengan belajar pemrograman.
Ketika kamu ingin menggambar di buku polos, keadaannya berbeda dengan mencatat di buku polos itu.
Terlalu setia pada bentuk, media, dan proses tertentu, tidak terlalu baik.
Setia tidak menghasilkan pembaruan, tidak memperbaiki hasil. Setia justru pengulangan melulu. Lebih baik melakukan penjelajahan. *) Saya bicara tentang berpikir bebas dan kreatif.
Ketika game Wordle datang, saya tahu caranya membuat Wordle. Saya coba membuat game yang serupa dengan Wordle.
Ketika ingin menulis-ulang game yang mirip Wordle, saya pikirkan “fitur” yang tidak asli lagi. Saya beri tambahan.
Saya menjauhi “kesetiaan” (termasuk: kesamaan, kemiripan) agar saya lebih dekat dengan “kemungkinan”.
- Bagaimana cara saya “sembunyikan” daftar kata agar pemakai tidak curang?
- Bagaimana kalau saya tambahkan random quote di bawah? dst.
Ketika melihat halaman kosong, saya bertanya, “Bisa saya apakan?”.
Ternyata bukan hanya untuk mencatat. Ketika menonton latihan acting kawan-kawan, saya berpikir, “Bagaimana kalau saya merekam mereka, agar saya bisa tulis opini tentang acting?”.
Saya tidak setia dengan tawaran orang lain: buku ini untuk mencatat, rekam untuk dokumentasi. Tidak. Saya mau pakai untuk drawing dan sketsa.
Media berubah, budaya sejalan zona waktu itu berubah, teknologi berubah, cara orang “bermain” juga berubah.
Berpikir bebas dan kreatif akan membawa tantangan yang bisa mengubah hidupmu.
Hidup adalah permainan yang tidak setia. Penuh perubahan. [dm]