DEMAK (jatengtoday.com) – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Pemkab Demak telah menyiapkan pelaksanaan kurikulum merdeka belajar. Untuk kesiapan ini, telah dibentuk sekolah penggerak yang operasionalnya dibiayai oleh negara, utamanya terkait dengan pengadaan diklat dan lainnya.
Hanya saja, untuk yang implementasi kurikulum merdeka (IKM) hingga kini belum bisa dibiayai oleh pemerintah.
Ketua Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Dasar (SD), Suwarjo menyampaikan, untuk sekolah penggerak dibiayai melalui kegiatan diklat yaitu diambilkan dari biaya operasional sekolah (BOS) terkait pelaksanaan program sekolah penggerak (PSP).
“Untuk PSP 1 yang dibentuk pada 2021 tercatat ada 16 SD. Sedangkan, untuk PSP 2 yang dibentuk pada 2022 ada 26 SD se-kabupaten,” katanya.
Menurutnya, pada PSP 2021 telah dilaksanakan untuk empat kelas. Yakni, kelas 1, 2, 4 dan kelas 5. Sementara, yang PSP 2022 hanya untuk kelas 1 dan kelas 4. Sedangkan, untuk kelas lain masih menggunakan kurikulum 2013.
“Untuk sekolah lain hampir semua secara bertahap tetap memilih kurikulum merdeka belajar. Karena itu, untuk kurikulum 2013 sudah mulai ditinggalkan,” katanya.
Suwarjo menambahkan, IKM untuk sekolah yang non PSP lantaran belum dibiayai negara, maka diklat yang dijalankan bisa melalui platform merdeka mengajar yang ada di internet. Artinya, bisa melakukan pelatihan mandiri di platform yang ada di internet tersebut.
“Karena itu, peran kita sebagai pengawas adalah melakukan pendampingan terhadap guru dalam belajar mandiri itu. Sebab, sampai sekarang, minat belajar dari para guru ini masih terbilang kecil. Yang mau belajar mandiri dengan membuka platform di internet merdeka mengajar baru sekitar 9 persen,” ujarnya.
Meski demikian, kata Suwarjo, hal itu masih dalam tahapan proses yang terus berjalan secara bertahap. Harapannya, sampai akhir bulan September semua guru sudah bisa belajar secara mandiri dengan platform merdeka mengajar itu.
“Harapan kita adalah para guru bisa merubah mindset dan mau belajar mandiri dengan platform yang ada itu,”ujarnya. Karena itu, kata dia, pengawas bekerja keras untuk ikut mendorong guru melalui pendampingan yang dilakukan.
Para pengawas sendiri juga sudah dibekali caranya masuk ke platform. “Tantangan dalam pendampingan kita selaku pengawas memang hingga kini masih sulit merubah mindset guru untuk mau belajar mandiri,” katanya.
Suwarjo mengatakan, karena sifatnya masih masa transisi, maka masih banyak sekolah yang menerapkan dua kurikukum, termasuk kurikukum 2013. Untuk itu, kemampuan guru beradaptasi terus ditingkatkan termasuk melalui diklat dan webinar yang dilaksanakan secara berseri.
Dia mengatakan, di Kabupaten Demak terdapat 488 SD baik negeri maupun swasta. Dari jumlah itu, yang sudah masuk program PSP tahap 1 sebanyak 16 SD dan 26 SD pada tahap 2.
Sisanya adalah IKM yang belum difasilitasi oleh negara atau pemerintah terkait pelaksanaan kurikulum merdeka mengajar itu. “Tugas kita sebagai pengawas ya mengoyak-oyak agar guru mau belajar mandiri,” ujarnya.
Suwarjo mengatakan, kendala yang dirasakan saat ini adalah pihaknya kehabisan pengawas. “Idealnya kita punya 48 pengawas atau 1 banding 10. Saat ini kita hanya punya 28 pengawas SD saja,” kata dia.
Artinya jauh dari ideal. Untuk Pendidikan Agama Islam (PAI) saja tinggal 1 pengawas. Padahal 1 pengawas mengampu 60 guru. Pengawas TK tinggal 6 orang. Satu pengawas mengampu hingga 100 guru.
Sesuai Permen Nomor 21 Tahun 2010, pengawas mengampu 60 guru atau 1 pengawas untuk 10 sekolah. Namun, rata- rata 1 pengawas SD mengampu 20 sekolah. Ada pula yang mengampu hingga 32 SD. (*)