SEMARANG (jatengtoday.com) – Pungutan pajak menggunakan sistem elektronik yang diterapkan di Kota Semarang dinilai belum sepenuhnya maksimal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menengarai masih ada kebocoran pajak di Kota Semarang.
Terjadinya kebocoran pajak rata-rata disebabkan lemahnya monitoring yang dilakukan pemerintah daerah setempat. Akibatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pajak kurang maksimal atau bocor.
“Pemungutan pajak harus dilakukan dengan sistem terbuka. Di antaranya melalui sistem online. Selama ini, teman-teman kan sudah mendapat laporan dari masing-masing pengusaha. Hanya saja kami menengarai mungkin ada yang kurang sesuai dalam penghitungannya,” kata Koordinator Wilayah Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsubgah) KPK, Adlinsyah M Nasution dalam sosialisasi ‘Diseminasi Program Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah Melalui System Monitoring Online’ di Thamrin Square, Selasa (6/8/2019) lalu.
Pihaknya mendorong agar sistem keterbukaan publik ditingkatkan. Tidak hanya bagi Pemkot Semarang, tapi juga bagi para pelaku usaha dalam hal pembayaran pajak. Untuk membantu monitoring, KPK akan melakukan pemasangan sebuah alat perekam typing box. Sebuah alat perekam pembukuan serta pajak untuk pengusaha dan Pemkot Semarang.
“Melalui alat tersebut, laju pembayaran dan pembukuan serta tanggungan pajak akan termonitor dengan baik. Nantinya laporan dari alat tersebut juga akan langsung terkirim ke KPK, Pemkot Semarang, dan bank daerah,” terangnya.
Dikatakannya, pengawasan tersebut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah. Dia menyontohkan, selama ini penerimaan pajak dari usaha perhotelan di Kota Semarang kurang maksimal. Hal tersebut juga akibat dari lemahnya monitoring yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. “Melalui typing box, tanggungan pajak dari pengusaha akan terlihat jelas,” katanya.
Selama ini, lanjut dia, uang wajib pajak atau konsumen yang dititipkan kepada pelaku usaha untuk disetorkan kepada pemda belum terekam.
Dalam usaha perhotelan ada 11 persen Service Charge atau Biaya Pelayanan yang diambil langsung dari pihak hotel. Padahal 10 persen yaitu government tax dan harus disetorkan kepada pemerintah. “Mudah-mudahan selama ini penyetorannya sudah sesuai. Tetapi kami khawatir, sehingga harus ada model pembayaran sistem online supaya terbuka,” ungkapnya.
Lebih lanjut, PAD yang dapat diperoleh dari hotel tidak hanya pajak usaha hotel saja. Namun juga ada penghasilan penjualan kamar, restoran, laundry, hiburan, hingga ballroom. “Semuanya ada pajak yang harus dibayarkan ke Pemkot Semarang. Kalau pengusaha tidak menyetorkan sesuai dengan besaran yang mereka pungut berarti itu namanya penggelapan pajak,” bebernya.
Saat ini, ada 10 daerah di Indonesia menerapkan pembayaran dan monitoring pajak menggunakan sistem online. Hasilnya sangat signifikan, karena PAD dari wilayah setempat bisa meningkat kurang lebih lebih 500 persen. “Tentunya angka peningkatan tersebut sangatlah fantastis. Apalagi potensi pajak di Kota Semarang baik, namun belum tergarap secara maksimal,” imbuhnya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan KPK membantu Pemkot Semarang agar dapat meningkatkan PAD khususnya dari sektor pajak hiburan, hotel dan restoran. “Dari hasil pengamatan di beberapa kota-kota di Indonesia masih cukup banyak pengusaha-pengusaha hotel, restoran, karaoke, yang tidak melakukan upaya membayar pajak,” katanya.
Pihaknya memberi apresiasi terhadap langkah KPK dalam menerapkan sistem online dalam pembayaran dan monitoring pajak. “Tentunya ini akan lebih transparan dalam melaporkan dana dari wajib pajak,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto