in

Suara Partai Pengusung SS-Ida Lari ke Ganjar-Yasin, Ini Penyebabnya

SEMARANG (jatengtoday.com) – Suara sejumlah partai pengusung Sudirman Said-Ida Fauziyah disebut terpecah di tingkat akar rumput. Sebagian grassroot justru mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin.

Dari hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, dalam kurun waktu 7-13 Juni 2018 lalu, peta dukungan massa grassroot partai banyak yang kurang solid. Yang paling mencolok adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebagian massa partai pengusung SS-Ida ini justru mendukung Ganjar-Yasin. Terhitung ada 41,18 persen yang mendukung Ganjar-Yasin. Sementara yang mendukung SS-Ida hanya 17,65 persen.
“Ada beberapa partai yang grassrootnya tidak konsisten dengan pilihan politik elite partainya. Ini membuktikan ada something wrong,” kata Direktur LSI Denny JA, Sunarto Ciptoharjono dalam jumpa pers di Hotel Grand Candi Semarang, Kamis (21/6).
Begitu juga dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Suara dua partai tersebut di tingkat akar rumput ada yang lari ke pasangan Ganjar-Yasin. “Dalam tiga bulan terakhir terjadi migrasi suara. Karena di survey awal, suara grassroot konsisten dengan elite partai,” ujarnya.
Dari seluruh parpol, massa grassroot partai yang paling banyak mendukung SS-Ida hanya Partai Gerindra. Itu pun hanya 46,05 persen. Suara grassroot Gerindra yang disedot Ganjar-Yasin tembus 28,95 persen.

Sunarto menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu. Diantaranya massa PKB identik dengan kaum nahdliyin. Sementara di Pilgub Jateng ada dua tokoh yang sama-sama merepresentasikan Nahdlatul Ulama (NU). Yakni Taj Yasin dan Ida Fauziyah.
“Sekarang tinggal sosok mana yang lebih berhasil mempengaruhi massa pemilih,” ungkapnya.
Selain itu, bukan rahasia umum jika pergerakan mesin politik partai sangat bergantung kepada logistik yang tersedia.

Sunarto Ciptoharjono menegaskan, margin error survei yang dilakukan hanya 4,8 persen. Artinya meski prosentasenya meleset hingga 4,8 persen, tidak begitu signifikan. “Yang perlu digaris bawahi, massa partai itu hanya grassroot. Bukan elite politiknya,” jelasnya.

Dalam survei itu, juga diketahui jika distribusi pemilih berdasarkan organisasi Islam, tetap berpihak kepada paslon nomor urut 1. Ganjar-Yasin berhasil menarik massa NU hingga 62,83 persen. Sementara SS-Ida hanya kebagian 8,92 persen. Sisanya belum menentukan pilihan.

Di kalangan Muhammadiyah, 29,09 persen juga mendukung Ganjar-Yasin. 10,91 persen mendukung SS-Ida. Sisanya yang 60 persen, belum menentukan pilihan.

Massa pendukung Ganjar-Yasin tetap tinggi jika dilihat dari kategori partai nasionalis dan partai berbasis Islam. Untuk partai nasionalis, Ganjar-Yasin mendapat porsi 65,85 persen. Sementara Partai berbasis Islam, 41,18 persen.

Dia menyebut pada survei Juni, Ganjar-Yasin meraih 54 persen suara. Sedangkan Sudirman-Ida 13 persen. Sementara 33 persen responden belum menentukan pilihan.

“Dilihat dari data ini, kemenangan Ganjar-Yasin tidak terbendung. Apalagi Pilgub sudah tinggal hitungan hari. Nyaris mustahil ada migrasi suara yang besar-besaran,” jelasnya.

Sunarto mengakui, SS-Ida tetap punya kesempatan untuk merebut suara. Hanya saja, butuh strategi dan kerja ekstra keras. “Kalau melihat waktu yang sangat mepet, perebutan massa hanya bisa dilakukan dengan serangan. Apa yang menjadi kelemahan lawan, akan di-attack,” bebernya.

Meski begitu, serangan frontal tersebut sangat riskan. Sebab, jika masyarakat tahu kebenarannya, serangan yang dilancarkan justru jadi bumerang. Soal isu kasus korupsi e-KTP yang selama ini menjadi batu sandungan Ganjar, misalnya. Jika dilihat dari hasil survei, banyak yang tidak percaya Ganjar terlibat dalam bagi-bagi uang megakorupsi tersebut.

“Dari survei yang kami lakukan, memang ada 74,5 persen masyarakat yang pernah mendengar kasus e-KTP. Tapi dari angka itu, 48 persen yakin kalau Ganjar tidak terlibat kasus tersebut. Yang percaya hanya 13,9 persen. Artinya, jika lawan politik terus menggoreng isu e-KTP, migrasi massa yang terjadi hanya 13,9 persen itu,” paparnya. (ajie mahendra)

editor : ricky fitriyanto

Ajie MH.