in

Sidang Oknum Notaris Cabul Diwarnai Tangisan Korban

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sidang terdakwa I Nyoman Adi Rimbawan (45), oknum notaris yang diduga mencabuli orang dekatnya kembali berlanjut. Kali ini, Rabu (7/8/2019), agendanya adalah pemeriksaan saksi korban.

Sidang yang tertutup untuk umum tersebut dilangsungkan di Ruang Sidang Mudjono SH, Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Sidang berlangsung cukup lama, dari pukul 11.14 hingga pukul 15.21.

Prosesi persidangan pun memisahkan korban dengan terdakwa.

Pantauan di lokasi, korban tampak didampingi secara langsung oleh tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta belasan personel kepolisian.

Sementara terdakwa I Nyoman yang merupakan alumnus magister kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang dan alumnus Doktor Ilmu Hukum Unissula Semarang, ditempatkan di ruang tahanan pria PN Semarang. Sembari menunggu pemeriksaan korban selesai.

Selama sidang berlangsung, korban dikabarkan sampai menangis. Berdasarkan pengamatan dari luar ruang sidang, korban memang tampak menunduk sembari mengusap pipi beberapa kali.

Usai sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jateng, Slamet, membenarkan bahwa saksi korban sempat menangis saat menceritakan masa kelamnya bersama terdakwa I Nyoman.

“(Saksi korban) menangis karena melihat kelakuan si terdakwa kayak gitu. Ya tentu dia wajar jika inget, terus merasa trauma,” bebernya.

Menurutnya, masih banyak saksi yang akan didatangkan di persidangan selanjutnya. “Masih banyak. Saat ini baru satu dari tiga yang dipanggil. Besok saksi ahli juga ada,” imbuh jaksa Slamet.

Untuk diketahui, terdakwa diduga telah melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa korban melakukan persetubuhan dengannya. Bahkan tindakan itu dilakukan dengan cara yang tidak manusawi.

Aksi tersebut salah satunya dilakukan di kediaman salah satu notaris dan PPAT kondang di Kota Semarang berinisial JM. Mirisnya lagi aksi bejat terdakwa dilakukan sejak usia korban masih kecil, menginjak 13 tahun hingga usia sekitar 18 tahun.

Terdakwa dijerat dengan berlapis dengan ancaman kurungan mencapai 20 tahun penjara. (*)

editor : ricky fitriyanto