in

Sengketa Lahan Kanjengan, Pemkot Semarang Kalah di PTUN

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pembangunan Pasar Johar Baru terancam molor. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang kalah dalam sengketa kepemilikan lahan empat blok di Pasar Kanjengan.

Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu terkait blok A, B, E, dan F. Hasil sidang PTUN telah memutuskan keempat blok tersebut secara sah adalah milik perseorangan. Sedangkan Pemkot Semarang hanya memiliki hak di Blok C dan D. Padahal, semua blok di kawasan Pasar Kanjengan telah masuk dalam Design Engineering Detail (DED) pembangunan Pasar Johar Baru yang saat ini prosesnya masih berjalan.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto mengakui adanya permasalahan tersebut sangat mengganggu proses pembangunan Pasar Johar Baru.

Dijelaskan, dalam persidangan sengketa lahan Kanjengan tersebut, Pemkot hanya menang di Blok C dan D. Sedangkan Blok A, B, E, F, dimenangkan perseorangan.

“Tapi kami pastikan pembangunan di lahan eks Pasar Kanjengan tetap berjalan dan selesai sesuai target di 2021,” katanya.

Di lahan milik perseorangan tersebut terdapat kurang lebih 80 toko/ruko. Pihaknya telah menyiapkan sejumlah alternatif solusi. Diantaranya jika memungkinkan akan dilakukan pembelian ruko di empat blok tersebut.

“Kami akan melakukan koordinasi dan melakukan pertemuan dengan para pemilik ruko di empat blok tersebut untuk berdiskusi. Harapannya nanti bisa dibeli oleh pemkot,” katanya.

Namun apabila nantinya para pemilik ruko tidak mau menjual kepada pemkot, diharapkan bisa disesuaikan dengan desain yang sudah ditetapkan. “Pemkot siap membeli, supaya pembangunan Johar Baru segera bisa ditempati pedagang,” katanya.

Ketua Peguyuban Warga Kanjengan,
Bambang Juwono sebelumnya menceritakan, awal mula sengkarut status lahan Kanjengan ini terjadi 25 tahun silam. Sejarahnya, kata Bambang, kawasan Kanjengan tersebut sebenarnya bukan pasar. Tetapi merupakan kawasan Pertokoan Kanjengan.

“Kalau dikatakan pasar, itu salah. Konflik ini bermula kurang lebih 25 tahun lalu. Saat itu, Pemkot Semarang meminjam sebagian lahan tanah untuk relokasi para pedagang pindahan dari depan Masjid Agung, karena mau diperbaiki jalannya. Jadi, Pemkot pinjam lahan. Pada waktu itu kepala pasarnya bernama Pak Kemis,” bebernya.

Dijelaskannya, lahan tanah Kanjengan semua bersertifikat atas nama Sartono Sutandi, Direktur PT Pagar Gunung Kencana. Tanah tersebut merupakan tanah tukar guling antara Sartono dengan Pemkot Semarang, yakni dengan lahan tanah di daerah Jalan Gunung Talang Bendan Duwur Gajahmungkur, Semarang. Menurut dia, hal itu ada bukti-buktinya. Bahkan tidak bisa dibantah.

Setelah terbit ‘Sertifikat tanah Kanjengan bernomor 73’ atas nama Sartono Sutandi, tanah itu oleh Sartono dipecah-pecah menjadi blok A, B, C, D, E, dan F. Kemudian Blok A, B, E dan F, sudah dijual secara sah oleh Sartono.

“Masing-masing pembeli memiliki sertifikat, ada yang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan ada yang sertifikat Hak Milik (HM),” katanya.

Sedangkan untuk Blok C dan D, ada yang dikontrakkan, ada yang dijual. Secara keseluruhan, lahan Kanjengan ini masih satu kesatuan dengan ‘Sertifikat 73’, termasuk Blok C dan D. “Ini sudah dibuktikan dengan keputusan MA,” katanya.

“Pemkot Semarang hanya mengacu kepada Putusan Pengadilan Negeri Semarang tertanggal 24 Maret 2011. Mereka tidak tahu kalau sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) 2014. Karena sudah ada putusan MA, maka secara hukum putusan Pengadilan Negeri Semarang itu gugur,” kata Bambang Juwono. (*)

Editor : Ricky fitriyanto