SEMARANG (jatengtoday.com) — Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan, yang lebih dikenal sebagai YouTuber Resbob, akhirnya ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Siber Polda Jawa Barat pada 15 Desember 2025 di sebuah desa di Semarang, Jawa Tengah. Penangkapan ini mengakhiri pelarian singkat namun penuh ketegangan seorang pemuda yang kontennya telah menyakiti hati banyak orang, memicu gelombang kemarahan di media sosial hingga ancaman massa mendatangi rumahnya.
Resbob, yang sempat mencoba menghilangkan jejak dengan menitipkan ponselnya kepada pacar, kini menghadapi ancaman pidana hingga enam tahun penjara atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait ujaran kebencian berbasis suku. Kisah ini menjadi pengingat pilu bagaimana kata-kata di dunia digital bisa menghancurkan kehidupan seseorang dalam sekejap, sekaligus menunjukkan betapa rapuhnya batas antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial.
Awal Mula Kontroversi yang Menyakitkan
Semua bermula dari siaran langsung di kanal YouTube Resbob sekitar awal Desember 2025, di mana ia melontarkan ucapan yang dianggap menghina masyarakat Sunda serta kelompok suporter Persib Bandung, Viking Persib Club. Potongan video tersebut menyebar luas di media sosial, menyulut amarah yang mendalam. Banyak yang merasa terluka, melihat ucapan itu sebagai serangan langsung terhadap identitas budaya mereka.
“Pada konten video saat streaming di YouTube, yang bersangkutan mengucapkan ujaran kebencian yang mengarah pada suku tertentu,” ujar Direktur Reserse Kriminal Siber Polda Jawa Barat Kombes Pol Resza Ramadianshah.
Kemarahan itu tidak berhenti di dunia maya; rumah Resbob digeruduk massa, menciptakan rasa takut yang nyata bagi keluarganya.
Laporan dan Respons Masyarakat
Pada 11 Desember 2025, Viking Persib Club melalui kuasa hukumnya Ferdy Rizky Adilya resmi melaporkan Resbob ke Polda Jawa Barat. Laporan lain menyusul dari Rumah Aliansi Sunda Ngahiji. Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan pun angkat bicara, menyatakan rasa terhina sebagai orang Sunda dan mendesak polisi bertindak tegas. Resbob sempat mengunggah video permohonan maaf, mengakui kesalahannya sebagai “kesalahan besar”, namun gelombang kemarahan sudah telanjur membara.
Pelarian yang Penuh Ketegangan
Mengetahui laporan polisi, Resbob mulai berpindah-pindah tempat untuk menghindari penangkapan. Polisi melacak jejaknya dari Jakarta, rumah orang tua dan pacarnya, hingga Surabaya, Surakarta, dan akhirnya Semarang. Ia bahkan menitipkan ponselnya kepada pacar agar sulit dilacak.
“Yang bersangkutan pindah-pindah kota, Surabaya, kemudian Surakarta, terakhir ditangkap di Semarang,” kata Kombes Pol Resza Ramadianshah.
Pelarian ini mencerminkan kepanikan seorang pemuda yang mungkin baru menyadari dampak kata-katanya, berlari tanpa tujuan pasti, hanya untuk menjauh dari konsekuensi.
Penangkapan dan Akhir Perjalanan
Pada 15 Desember 2025 siang, tim siber Polda Jawa Barat akhirnya menemukan Resbob sedang bersembunyi di sebuah pendopo desa atau kafe di Banyumanik, Semarang. Ia tidak melawan saat ditangkap, mungkin karena lelah atau menerima kenyataan. Resbob kemudian diterbangkan ke Jakarta sebelum dibawa ke Mapolda Jawa Barat di Bandung untuk pemeriksaan.
“Kita tangkapnya tadi di desa, tidak di rumah, dia sedang bersembunyi, berupaya bersembunyi,” tambah Resza.
Saat tiba di Bandung malam itu dengan tangan terborgol, ekspresinya tampak lelah dan pasrah, sebuah momen yang menyedihkan bagi seorang kreator yang pernah menghibur ribuan pengikut.
Dampak dan Pelajaran Berharga
Kasus ini tidak hanya menjerat Resbob dengan ancaman hukuman berat berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, tapi juga membawa konsekuensi lain: ia di-drop out dari universitasnya. Penangkapan ini menjadi simbol bahwa di era digital, kata-kata memiliki kekuatan untuk menyatukan atau memecah belah, dan sering kali membawa penyesalan yang mendalam.
Bagi masyarakat yang terluka, ini adalah keadilan; bagi Resbob, mungkin awal dari refleksi panjang tentang tanggung jawab sebagai pengaruh publik. Kejadian ini mengingatkan kita semua akan kerapuhan emosi manusia di balik layar, di mana satu kesalahan bisa mengubah segalanya selamanya. [dm]
