in

Penyaluran Pupuk Bersubsidi Khusus dilihat dari Aspek Hukum

pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani

Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Demak Yulianto Aribowo SH MH saat menjelaskan mengenai aspek hukum pupuk bersubsidi. (istimewa)

DEMAK (jatengtoday.com) – Salah satu masalah yang sering dikeluhkan para petani terutama petani di wilayah Demak adalah pupuk bersubsidi, berbagai macam masalah yang sering dihadapi petani mulai dari kelangkaan di tingkat pengecer hingga keterbatasan petani untuk memperolehnya.

Hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketidaktahuan kebutuhan para petani atas pupuk bersubsidi ini terutama untuk jenis urea.

Kebijakan subsidi pupuk ini diharapkan dapat melindungi petani, dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan taraf ekonomi para petani. Namun, masalah pupuk di Indonesia selalu menjadi persoalan yang menyentuh langsung pada kebutuhan dan keberlangsungan petani dalam mengelola lahan atau sawahnya. Oleh karena itu, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harganya mahal maka mereka akan dirugikan.

Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Demak Yulianto Aribowo SH MH kemarin menjelaskan mengenai penyaluran pupuk bersubsidi khusus dari aspek hukum dalam acara Dialog Interaktif dengan Petani Kabupaten Demak dalam rangka Peningkatan Kapasitas bagi Kelompok Tani di ballroom Gedung wakil bupati, beberapa waktu lalu.

Dijelaskan oleh Yulianto bahwasannya pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah.

Dengan adanya keterbatasan Pemerintah dalam penyediaan subsidi pupuk dalam rangka program pemerintah, maka pupuk bersubsidi hanya diperuntukan bagi usaha pertanian yang meliputi Petani Tanaman Pangan, Peternakan dan Perkebunan Rakyat.

Dan untuk menjamin pengadaan dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi, ditetapkan Keputusan Menteri, yaitu melalui Surat Keputusan Menperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Pebruari 2003, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.

“Pengaturan tentang pupuk bersubsidi ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 10 tahun 2022 tentang tata cara penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian,” jelasnya.

Sedangkan modus penyelewangan pupuk bersubsidi menurut Yulianto dilakukan dengan beberapa cara seperti penimbunan stok, kemasan pupuk bersubsidi diganti, penyebaran isu kelangkaan pupuk, perdagangan antar pulau, penyelundupan fisik dan administrasi, pemalsuan kuota kebutuhan pupuk di daerah, dan pergeseran stok dari daerah yang harganya murah ke daerah yang harganya lebih tinggi.

“Untuk sanksi ancaman pidana adalah jelas terdapat pada Pasal 6 Ayat (1) jo. Pasal 1 Sub 3e UUDrt RI No. 7 Tahun 1955 tentang Pegusutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, dengan ancaman  pidana maksimal 6 (enam) tahun penjara. Kemudian Pasal 2 atau 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dan diganti menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pidana penjara maksimal hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati. Pasal 122 UU RI No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan Pidana penjara maksimal selama 6 (enam) tahun,” tegasnya.

“Pupuk bersubsidi sesuai dengan peraturan adalah barang dalam pengawasan. Sehingga bila terdapat petani yang menyalahgunakan alokasi yang ada dengan tidak digunakan sendiri melainkan dijual kembali maka akan dikenakan sanksi pidana,” pungkasnya. (*)

Ajie MH.