SEMARANG (jatengtoday.com) – Seorang Kepala Desa (Kades) Gondel, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah bernama Priyono terpaksa harus berurusan dengan Komisi Informasi Publik Daerah (KIPD) Provinsi Jawa Tengah.
Priyono dilaporkan oleh salah satu warganya sendiri, Dwi Hartanto. Sebagai warga di desa tersebut, Dwi Hartanto menilai ada keganjilan terkait penggunaan dana APBDes karena tidak transparan.
Ia lantas meminta informasi kepada Kepala Desa Gondel terkait APBDes dan LPJ Desa Gondel tahun 2015 sampai tahun 2018/2019. Namun permintaan warga tersebut tidak ditanggapi oleh Kepala Desa Gondel.
“Saya bersama warga yang lain hanya menanyakan perihal penggunaan dana APBDes itu untuk apa saja. Tapi Pak Kades menolak,” kata Dwi Hartanto usai sidang mediasi di kantor KIPD Provinsi Jawa Tengah, di Jalan Trilomba Juang Nomor 18 Semarang, Jumat (14/6/2019).
Berdasarkan pengumuman di Desa Gondel, kata Dwi, APBDes 2018 Desa Gondel senilai total Rp 1.823.994.000. Rinciannya, Pendapan Asli Daerah (PAD) Rp 418.200.000. Alokasi Dana Desa (ADD) Rp 414.500.000. Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHPR) Rp 23.800.000. Tertulis rencana penggunaan desa tahun 2018, yakni pembangunan drainase RT 4 RW 2 RT 3, 4, 5, RT 6 RW 3, pembangunan paving jalan RT 6/1 RT 7, RT 9/2, cor blok (JUT) galeng gede, pengembangan sarana informasi desa, pengembangan PAUD, sosial keagamaan, perpustakaan desa, pelatihan ternak ayam, pemberdayaan perempuan, stimulan pembangunan jamban sehat, dan Posyandu.
“Tapi warga tidak pernah mengetahui atau mendapatkan pertanggungjawaban mengenai keuangan desa. Maka apa yang kami pertanyakan untuk minta LPj-nya seperti apa adalah hal wajar. Itu adalah hak kami sebagai warga,” katanya.
Dikatakannya, sejumlah program pembangunan yang tercatat di desa tersebut memang telah dijalankan. Tetapi, kata Dwi, hasilnya cukup mencurigakan mengingat total uang APBDes di 2018 saja Rp 1,8 miliar. “Itu belum APBDes 2015-2017, tidak pernah disampaikan kepada warga. Sebetulnya banyak warga mempertanyakan, tapi rata-rata warga tidak berani menanyakan dan tidak tahu harus tanya ke siapa. Dengan uang sebanyak itu setiap tahunnya, seharusnya transparan. Bahkan pembangunan sejumlah fasilitas umum seperti akses jalan rusak, hingga lampu penerangan belum dipikirkan. Misalnya lagi program perpustakaan, kami juga tidak tahu wujudnya,” katanya.