in

Pengakuan Taufik Kurniawan: Biaya Politik Mahal, Nyalon DPR RI Habiskan Rp 10 Miliar Lebih

“Kalau 2014 itu lebih mahal lagi. Saya pribadi Rp 10 miliar lebih,”

SEMARANG (jatengtoday.com) – Wakil Ketua DPR RI nonaktif Taufik Kurniawan menyebut biaya politik di Indonesia mahal. Menurut pengakuannya, untuk bisa menduduki kursi di DPR RI butuh mengeluarkan dana lebih dari Rp 10 miliar.

Hal itu dikatakan Taufik saat menjalani sidang kasus suap pelolosan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (12/6/2019), terdakwa Taufik dicecar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya mengenai karir politiknya beserta pendapatan dan pengeluarannya selama menjabat sebagai wakil rakyat.

Menurutnya, ongkos politik berbanding lurus dengan sistem demokrasi yang diterapkan di negara ini. “Kalau pas tahun 2004 lalu, sistemnya masih semi terbuka, biaya yang harus dikeluarkan otomatis lebih sedikit. Berbeda dengan sekarang,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan bahwa nomor urut pencalonan akan mempengaruhi tarif. Taufik sendiri, sejak dulu, setiap pencalonan pasti mendapat nomor urut satu melalui partainya, PAN.

“Saya selalu nomor satu. Soalnya saya pengurus DPP juga. Kalau nomor satu lebih mahal soalnya punya tanggung jawab untuk memenangkan partai,” imbuhnya.

Saat ditanya biaya pencalonan pada tahun 2004, terdakwa Taufik mengaku lupa karena sudah lama. Namun, Jaksa Joko Hermawan dari KPK terus mencecar dengan menanyakan pencalonan pada 2009 dan 2014.

“Kalau 2009 dan 2014 lebih mahal. Untuk yang 2009, lebih dari Rp 5 miliar. Tapi itu tdak hanya saya lho, semua juga gitu. Makanya wajar kalau Pramono Anung pernah menulis buku tentang betapa mahalnya ongkos politik,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, ia juga terpaksa mengakui tentang biaya politik saat mencalonkan pada 2014 lalu. “Kalau 2014 itu lebih mahal lagi. Saya pribadi Rp 10 miliar lebih,” beber Taufik.

Dia menyebut bahwa sebenarnya jadi Wakil Ketua DPR RI banyak tomboknya. Antara biaya untuk pencalonan dengan gaji yang didapat sering tidak sesuai.

“Pendapatan resmi sebagai anggota DPR RI itu sekitar Rp 25 juta, itu belum dipotong partai, belum juga dipotong biaya komunikasi,” ucap Taufik.

Meskipun banyak ruginya, ia mengaku tetap mencalonkan diri karena punya misi tersendiri. “Saya pribadi punya tanggung jawab moril kepada kampung halaman saya. Katakanlah meskipun tidak terlihat untung ruginya, tetapi paling tidak bisa menjadi penyambung lidah aspirasi masyarakat,” akunya.

Taufik Kurniawan diseret ke meja hijau lantaran diduga telah menerima uang suap senilai Rp 4,85 miliar atau sebesar Rp 5 persen dari proyek DAK yang telah dibantu diloloskannya.

Rinciannya, dari Bupati Kebumen Yahya Fuad, terdakwa diduga menerima Rp 3,65 miliar yang diberikan melalui politikus PAN, Rachmad Sugiyanto. Sementara suap dari Bupati Kebumen Tasdi sebesar Rp 1,2 miliar yang diberikan melalui Ketua DPW PAN Jateng, Wahyu Kristianto. (*)

editor : ricky fitriyanto

Baihaqi Annizar