SEMARANG (jatengtoday.com) – Elsa Syarief selaku Kuasa Hukum Taufik Kurniawan dalam dugaan kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) menyebut bahwa kliennya hanya merupakan korban. Menurutnya, Wakil Ketua DPR RI nonaktif tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang dekatnya.
Hal itu diungkapkan Elsa seusai mengikuti sidang lanjutan keterangan saksi-saksi yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (24/4/2019).
Menurut Elsa, pengadaan DAK di Kabupaten Kebumen dan Purbalingga ini seolah menjadi lahan untuk mengeruk keuntungan sebagian pihak. “Sekarang saya sudah bisa menyimpulkan, jadi di tengah-tengah proyek DAK ini, ada yang bermain jualan,” ujarnya.
Ketika diklarifikasi siapa orang tersebut, Elsa dengan tegas menunjuk nama Ketua DPW PAN Jateng, Wahyu Kristianto.
Dikatakan Elsa, Wahyu telah memanfaatkan momen. Begitu ia mengetahui dari Taufik selaku rekannya, bahwa DAK di dua kabupaten ini bakal lolos, kemudian ia membuat semacam strategi.
“Jadi memang kan misalnya gini, karena udah liat suatu proyek lolos, lalu Wahyu ini menawari, mau nggak bayar sekian, nanti saya usahakan lolos. Padahal itu sudah lolos. Semacam itu lah gerakannya,” ucap Elsa.
“Seolah-olah berjasa. Padahal DAK itu turun begitu saja nggak pakai apa-apa. Tapi karena ia mendapatkan informasi, kemudian ia menjual namanya Pak Taufik untuk mendapatkan keuntungan. Jadi kasihan lah Pak Taufik ini dijual namanya sama Wahyu Kristianto,” imbuhnya.
Mengetahui hal ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Eva Yustisiana langsung membantahnya. Menurut Eva, tidak bisa serta merta dikatakan bahwa terdakwa hanya sebagai korban. Pasalnya, dalam persidangan sebelumnya telah banyak fakta-fakta yang terungkap.
“Tarik dari belakang lah sesuai runtutan kasusnya, jangan hanya dari sini (persidangan hani ini),” tegasnya.
Dia mencontohkan dari hasil keterangan Tasdi selaku Bupati Purbalingga. Tasdi dari awal sudah bertemu secara langsung dengan terdakwa. Dan dalam pertemuan itu memang dalah satunya membicarakan terkait transaksi gelap yang tidak dibenarkan hukum.
“Kan dari mulai keterangan Pak Tasdi sudah kelihatan, bahwa terdakwa menawarkan langsung kepada Tasdi tentang adanya anggaran yang bisa diurus untuk Kabupaten Purbalingga, antara Rp 40-50 miliar. Akhirnya di situ juga disampaikan bahwa ada uang fee yang harus dipenuhi,” bebernya.
Lebih lanjut dijelaskan, menuduh bahwa Wahyu telah memanfaatkan terdakwa juga tidak tepat. Sebab, sejak awal sudah ada kesepakatan pasca pertemuan pertama terdakwa dengan Tasdi. Yaitu urusan akan dilimpahkan kepada Wahyu.
“Jadi urusan selanjutnya ya wajar kalau sama Pak Wahyu. Bukan berarti terdakwa korban dari Wahyu. Karena dari awal sudah nego-nego baru kemudian diserahkan kepada Wahyu. Berarti Wahyu ini ya kepanjangannya terdakwa,” tandas Eva.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan diseret ke meja hijau karena dugaan kasus suap pengurusan DAK. Jaksa menyebut total uang suap yang diterima sebesar Rp 4,85 miliar. Taufik menerima suap dari eks Bupati Kebumen Rp 3,65 miliar dan dari eks Bupati Purbalingga sebesar Rp 1,2 miliar.
Atas perbuatan tersebut, terdakwa dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP.
Kemudian kedua, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
editor : ricky fitriyanto