SEMARANG (jatengtoday.com) – Pelaku tindak asusila I Nyoman Adi Rimbawan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jateng. Oknum notaris tersebut divonis 13 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Perkara itu sendiri masuk dalam klasifikasi perkara perlindungan anak. Tercatat dalam nomor register tingkat banding: 452/PID.SUS/2019/PT SMG Jo 439/Pid.Sus/2019/PN Smg.
Ketua Karang Taruna Kartini Kota Semarang, Okky Andaniswari menilai, terdakwa I Nyoman belum menyesali perbuatannya. Sehingga, sebagai pihak yang selama ini intens mengawal kasus tersebut, dia berkomitmen untuk tetap mengawal hingga perkaranya berkekuatan hukum tetap.
Pihaknya menyurati Ketua PT Jateng Sri Sutatiek, sebagai bentuk dukungan kepada PT Jateng untuk menegakkan hukum bagi pelanggar asusila. sekaligus sebagai bentuk kepedulian terhadap korban.
“Kami sebagai organisasi yang memiliki kepedulian terhadap anak dan perempuan akan mengawal kasusnya sampai tuntas,” jelas Okky Andaniswari, Jumat (10/1/2020).
Okky mengaku sedikit senang lantaran banyak organisasi lain yang turut mengawal kasus ini. Namun, di sisi lain ia khawatir apabila nantinya terdakwa I Nyoman dinyatakan bebas.
Baca juga: Setubuhi Anak Tiri, Notaris I Nyoman Adi Rimbawan Divonis 13 Tahun dan Denda Rp 1,5 Miliar
Apalagi melihat latar belakang terdakwa yang sebenarnya merupakan kaum intelektual. Selain jadi notaris, terdakwa tercatat sebagai lulusan Magister Universitas Diponegoro Semarang dan lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Unissula).
“Kalau terdakwa bebas berkeliaran maka potensinya akan semakin banyak korban-korban predator anak,” tegasnya.
Baca juga: Tak Terima Divonis 13 Tahun, I Nyoman Adi Rimbawan Bakal Ajukan Banding
Sehingga, selain menyurati PT Jateng, pihaknya juga menyurati ketua majelis hakim pemeriksa banding, Eddy Wibisono, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Ketua Mahkamah Agung (MA).
“Melihat perkaranya sudah dianggap terbukti di persidangan tingkat pertama, sehingga sudah sepantasnya diberi hukuman tambahan paling berat ditingkat banding. Pendidikan terdakwa yang tinggi tentu sudah paham resiko akan perbuatannya,” tandasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto