Pemkot Semarang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jateng untuk meminta pendapat, atau ke Kejaksaan Tinggi Jateng terkait pendapat hukum.
SEMARANG (jatengtoday.com) – Perkara sengketa lahan Kanjengan dan Ruko Bubakan Semarang antara Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dan warga. Dua perkara tersebut, Pemkot Semarang kalah dalam proses hukum.
Untuk perkara sengketa Bubakan, Pemkot Semarang saat ini mengajukan Kasasi. Sedangkan untuk perkara sengketa Kanjengan, Pemkot Semarang kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK) 2 di Mahkamah Agung (MA).
Meski begitu, hingga saat ini, Pemkot Semarang terkesan belum merelakan hasil Amar Putusan MA tersebut. Akibatnya, penyelesaian perkara kepemilikan lahan dan bangunan Kanjengan berlarut-larut.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu menanggapi dua perkara tersebut. “Iya, Ombudsman RI Perwakilan Jateng telah menerima laporan dari warga melalui kuasa hukum, intinya melaporkan terkait dugaan maladministrasi oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang dan Pemerintah Kota Semarang atas belum dilaksanakannya Putusan Pengadilan mengenai lahan di Kanjengan,” kata Sabarudin, dikonfirmasi jatengtoday.com, Sabtu (1/8/2020).
Dikatakannya, Ombudsman RI Perwakilan Jateng telah melakukan serangkaian pemeriksaan dan juga Konsiliasi. “Sampai saat ini penyelesaiannya masih dalam pengawasan Ombudsman. Mengingat, telah ada pertemuan pembahasan rencana penyelesaian antara pelapor dengan Pemerintah Kota Semarang dan Kantor Pertanahan Kota Semarang,” katanya.
Lebih lanjut, kata Sabarudin, pihaknya mengawasi dugaan maladministrasi sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI Junto UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. “Untuk sengketanya sendiri, menjadi kewenangan pengadilan yang melakukan pemeriksaan,” terang dia.
Mengenai dugaan maladministrasi yang dimaksud adalah dugaan penundaan berlarut atas laporan Pelapor. Penyelesaian seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh Pemkot Semarang terkait permasalahan sengketa Kanjengan tersebut? “(Seharusnya) Dilakukan sesuai amar putusan pengadilan dan dikoordinasikan dengan instansi terkait dan pelapor, terkait administrasi apa saja yang harus dipenuhi supaya pelayanan kepada Pelapor tidak berlarut-larut,” bebernya.
Selain itu, pihaknya menyarankan agar Pemkot Semarang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jateng untuk meminta pendapat, atau ke Kejaksaan Tinggi Jateng terkait pendapat hukum.
“Setiap perkembangan atas langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemkot dan BPN, sebaiknya diberitahukan kepada pelapor,” katanya.
Sedangkan untuk perkara sengketa Ruko Bubakan, lanjut Sabarudin, mengacu pada putusan pengadilan karena sengketa ini telah berproses di pengadilan. “Apabila putusannya dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde, maka semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan Putusan Pengadilan secara sukarela,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Penghubung Komisi Yudisial (KY) Jawa Tengah, Muhammad Farhan mengatakan, KY Jateng belum menerima surat laporan maupun pengaduan dari para pihak. “Sesuai dengan tugas dan wewenang Komisi Yudisial dapat menerima laporan dari masyarakat, pemerintahan, LSM, NGO terkait dengan adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Jika ada informasi atau ada data pendukung terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim dapat melaporkan ke Komisi Yudisial,” katanya.
Dikatakannya, Komisi Yudisial tidak dapat mengubah isi putusan pengadilan negeri. “Yang bisa mengubah adalah hakim pada pengadilan tingkat selanjutnya yakni banding maupun Mahkamah Agung. Terkait substansi perkara, karena kami belum mempunyai dan belum mempelajari salinan putusan tersebut maupun berkas perkara. Saya belum berani berkomentar,” ujarnya. (*)
editor : tri wuryono