SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menegaskan tidak melepaskan aset Kanjengan meski telah ada putusan inkrah Peninjauan Kembali (PK) 2 di Mahkamah Agung (MA).
Kepala Bidang Aset Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang Tanto mengakui perkara sengketa lahan dan bangunan di Kanjengan Semarang telah inkrah di MA melalui proses pengadilan yakni PK 2. Hasilnya, Kanjengan Blok A, B, E dan F dimenangkan oleh penggugat, yakni warga Kanjengan. Sedangkan Blok C dan D dimenangkan Pemkot Semarang.
Namun demikian, meski kalah di MA, pihaknya akan tetap berupaya mempertahankan Kanjengan tersebut menjadi aset milik Pemkot Semarang. “Memang benar, itu sudah inkrah atau putusan akhir Peninjauan Kembali (PK) dua kali di Mahkamah Agung (MA). Tetapi di amar putusan tidak ada perintah kepada Pemkot Semarang untuk menghapus aset di Kanjengan. Tidak ada kalimat eksplisit di situ,” ungkap Tanto, Rabu (12/8/2020).
Hal itu menjadi pembahasan dan menemukan persepsi bahwa Kanjengan masih menjadi aset milik Pemkot Semarang. “Dari penggugat, sudah ada putusan bahwa itu bukan aset Pemkot Semarang. Tapi di amar putusan tidak ada perintah untuk menghapus aset tersebut. Belum ada titik temunya di situ,” katanya.
Meski telah inkrah, warga tidak bisa membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena status lahan Kanjengan tersebut dicekal. “Warga memang tidak bisa membayar pajak karena statusnya belum jelas. Kalau dilepas, artinya sudah menjadi hak warga. Mereka baru bisa mengajukan PBB. Dalam gugatan, Blok A, B, E, F dimenangkan oleh warga. Sedangkan Blok C dan D, punya Pemkot Semarang. Tetapi secara hukum, Kanjengan secara keseluruhan masih menjadi aset milik Pemkot Semarang,” terangnya.
Amar putusan MA yang tidak ada perintah eksplisit bahwa Pemkot Semarang harus melepaskan aset Kanjengan tersebut menjadi alasan Pemkot Semarang untuk mempertahankan Kanjengan. “Bahasanya masih ada keraguan, belum mantap. Tapi apapun, kami berusaha untuk mempertahankan aset. Kalau putusan pengadilan disebut harus melepas ya kami lepas,” ujarnya.
Tanto mengakui, perkara sengketa Kanjengan yang bertahun-tahun belum menemukan titik penyelesaian itu menghambat proses pembangunan Pasar Johar Baru di kawasan tersebut. “Memang apabila tidak segera diselesaikan dengan cepat mengganggu proses pembangunan Pasar Johar Baru di Kota Semarang. Kami juga masih terus melakukan koordinasi dengan Wakil Wali Kota Semarang untuk menemukan penyelesaian,” katanya.
Ketua Paguyuban Warga Kanjengan, Bambang Yuwono mengatakan bahwa Amar Putusan PK 2 di Mahkamah Agung tersebut menyebutkan bahwa Blok A, B, E dan F Kanjengan bukan milik Pemkot Semarang, melainkan milik warga yang saat ini memegang sertifikat sah. Namun demikian, meski status hukum warga menang, hingga kini sertifikat Kanjengan “digantung” tanpa ada kejelasan.
“Yang miliknya Pemkot Semarang adalah Blok C dan D. Putusan hukumnya seperti itu. Sejak awal, kami sebagai warga negara taat hukum. Istilahnya Pemkot Semarang masih tidak puas atas putusan hukum tersebut. Saya menjadi bingung, mengapa Pemkot Semarang justru melanggar Undang-Undang itu sendiri,” kata dia.
Lebih lanjut, kata dia, status sertifikat Kanjengan dicekal oleh Pemkot Semarang. BPN menyatakan mau memperpanjang masa aktif sertifikat tersebut apabila status cekal di Pemkot Semarang dilepas. “Warga hanya meminta Pemkot Semarang taat hukum dengan menaati putusan pengadilan yang telah memiliki ketetapan hukum. Kalau putusan pengadilan dilanggar ya lucu. Apabila memang pemerintah mau melakukan pembangunan di kompleks tersebut, mestinya Pemkot Semarang melakukan pembebasan lahan dengan cara membeli ke warga sebagai pemilik sertifikat,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto