SEMARANG (jatengtoday.com) – Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang mengaku telah menelusuri temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya aset senilai Rp 7,6 miliar di Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Aset tersebut merupakan aset SMA/SMK milik Pemprov Jateng yang belum dilakukan penghapusan, dikarenakan sedang dalam proses penelusuran per rincian asetnya di Dinas Pendidikan Kota Semarang.
“Terkait dengan rekomendasi BPK ada temuan senilai Rp 7,6 miliar di Dinas Pendidikan Kota Semarang, kami sudah telusuri. Itu kaitannya saat penyerahan ada kegiatan yang belum diselesaikan. Barang inventaris tersebut di antaranya berupa buku. Alhamdulillah, dari nilai itu sudah terlacak atau ditemukan semua,” ungkap Kepala Bidang Aset Daerah BPKAD Kota Semarang Tanto, Rabu (12/8/2020).
Pihaknya mengaku akan segera menindaklanjuti untuk rekonsiliasi dengan Pemprov Jateng atas temuan tersebut. “Memang ada temuan selisih, setelah disepakati bahwa ada kekurangan, selanjutnya ditindaklanjuti dengan berita acara tambahan bahwa aset tersebut harus diserahkan ke provinsi. Karena kewenangan untuk pengelolaan SMA/SMK ini berada di Provinsi Jateng,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Gunawan Saptogiri saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui secara rinci terkait temuan BPK mengenai aset SMA/SMK senilai Rp 7,6 miliar yang belum diserahkan ke Provinsi Jateng tersebut. “Besok saya tanyakan bagian aset. Yang lebih tahu memang bagian aset,” ujarnya.
Dalam temuan tersebut, BPK merekomendasikan Wali Kota Semarang agar menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan, memerintahkan Pengurus Barang Dinas Pendidikan dan Pembantu Pengurus Barang Korsatpen/UPTD Dinas Pendidikan memutasikan aset-aset tetap dan aset lainnya dari KIB Korsatpen/UPTD ke KIB Sekolah. Selain itu memerintahkan Pengurus Barang di sekolah melakukan penatausahaan atas aset bangunan dan gedung sekolah.
Dinas Pendidikan Kota Semarang bersama Kepala BPKAD untuk menelusuri dan melakukan penghapusan aset SMA/SMK yang sudah diserahkan ke Pemprov Jateng. (*)
editor: ricky fitriyanto