SEMARANG (jatengtoday.com) – Penyelesaian sengketa lahan Bandarharjo di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara, hingga saat ini belum ada kejelasan alias menggantung. Pemkot Semarang mengaku masih melakukan tindak lanjut penanganan sengketa sertifikat lahan Bandarharjo tersebut.
Kepala Bidang Aset Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang Tanto mengatakan permasalahan sertifikat di Bandarharjo masih dalam penanganan.
“Pada prinsipnya begini, telah dilakukan rapat dengan Komisi A DPRD Kota Semarang dan warga pada Juli 2020. Hasil rapat akan dilakukan pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rangka proses pengurangan luasan yang ada di Hak Pakai,” katanya, Kamis (13/8/2020).
Selain itu, BPN akan mencari dokumen proses penerbitan sertifikat Hak Milik (HM). Dalam kesempatan tersebut, BPN Kota Semarang meminta jangka waktu tiga bulan sejak rapat di DPRD Kota Semarang dilakukan. “Tugas BPKAD hanya menganggarkan biaya pengukuran yang dilaksanakan oleh BPN Kota Semarang,” katanya.
Pada prinsipnya, lanjut dia, Pemkot Semarang mengakui telah terbitnya sertifikat HM milik warga. “Namun demikian, harusnya di dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) kami sudah ada pengurangan sesuai dengan jumlah sertifikat itu. Karena selama ini, sertifikat HM yang dimiliki warga tidak bisa difungsikan,” terangnya.
Maka dari itu, lanjut dia, tugas BPN saat ini melakukan pengukuran ulang. “Setelah mendapatkan luasannya, nanti prosesnya adalah pengurangan hak pakai yang ada di SIMDA. Selama ini masih ‘ngglondong’, belum dikurangi HM,” katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Joko Santoso, sebelumnya menyebut ribuan aset milik Pemkot Semarang tidak terurus. Dia menilai pengelolaan aset di Pemkot Semarang buruk. Banyak aset yang tidak memiliki bukti dokumen. Bahkan permasalahan aset Pemkot Semarang selalu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Di Kota Semarang ada kurang lebih lima ribuan aset, yang bersertifikat kurang lebih hanya 1200-an aset. Banyaknya aset yang tidak terurus ini memunculkan sengketa antara Pemkot Semarang dengan warga,” ujarnya.
Dia menyayangkan penyelesaian kasus sengketa lahan berlarut-larut. Bahkan tidak selesai tuntas. “Komisi A pernah memfasilitasi untuk mengurai masalah Bandarharjo itu. Yang saya sayangkan, belum tuntas sudah ditutup. Hingga sekarang, sertifikat warga Bandarharjo tersebut tidak bisa diagunkan ke bank, tidak bisa jual beli, tidak bisa balik nama dan tidak bisa hak waris dan seterusnya,” terang dia.
Kasus di Bandarharjo hanya menjadi salah satu contoh buruknya manajemen pengelolaan aset. Bahkan kasus lainnya masih sangat banyak. Contoh lain, kasus aset Lapangan Golf Manyaran Indah. Aset tersebut bahkan telah lepas. “Saya menyayangkan masalah seperti itu terjadi,” katanya.
Lebih lanjut, menurut Joko, terkait dokumen maupun data aset adalah tugas Pemkot Semarang. “Kalau memang Pemkot Semarang merasa bahwa itu merupakan aset milik pemerintah ya disertifikatkan,” jelasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto