in

Rahasia Agar Mood Tidak Mudah Hancur

Pada suatu hari, ketika mood begitu menyenangkan..

Kamu bangun pagi. Kimia otak, selaras dengan suasana ketika bangun. Belum ada masalah. Burung berkicau. Bau kopi yang mengundang selera. Sebagian pekerjaan, sudah selesai.

Sayang sekali, pagi semacam itu jarang kamu dapatkan. Sebaliknya, mungkin lebih buruk. Suara telepon. WhatsApp dengan pesan tidak enak sama sekali. Pekerjaan membosankan siap menunggu. Lalu lintas macet. Mood hancur.

Ketika mood bagus, kita merasa, #sedang mengambil keputusan. Siap menghadapi masalah. Bisa menentukan mau sarapan apa. Kita katakan, “Mood saya sedang bagus.”.

Apakah mood itu pemberian? Saya pikir, hanya orang yang memiliki “bakat” untuk menaikkan mood, yang wajahnya selalu tersenyum, menghadapi pekerjaan dengan ceria. Ternyata, bukan. Seorang penyanyi yang selalu tersenyum, mengalami shock dan depresi. Guru yang menceritakan pentingnya semangat belajar, mood mereka bisa hancur karena masalah kecil.

Mood bukan “bakat”. Mood itu “kemampuan” (skill) yang bisa kamu latih. Saya tunjukkan bagaimana caranya.

Saya pernah mengalami dunia yang berbeda. Sebelum 2014 dan setelah 2014. Sebelum 2014, saya bebas bangun kapan saja. “Jangan ganggu saya,” menjadi bagian dari tidur saya. Saya menolak menolak membuka telepon, setelah bangun tidur, sampai saya benar-benar “mood”. Setelah 2014, saya tidak membutuhkan pengkondisian seperti itu.

Karena saya membentuk mood, sebelum tidur. Selesaikan percakapan “tadi malam”. Tidurlah dalam keadaan sebagian pekerjaan sudah kamu selesaikan. Buat jadwal untuk besok, jangan menulis jadwal setelah bangun tidur. Pada jam 12 malam, hari sedang kamu mulai, itu berarti kamu boleh bekerja. Saya memasang 3 zona waktu berbeda di komputer karena berhubungan pekerjaan dengan 2 orang di zona waktu berbeda. Saya tidur dalam keadaan setengah pekerjaan telah selesai.

Cara itu terlalu panjang? Saya berikan versi singkat: “Ubah cara-pandang kamu terhadap dunia sekeliling yang sebelumnya membuat mood kamu hancur.”. Tidak ada kebetulan di dunia ini. Kamu berada di situasi “sekarang”, entah menyenangkan atau bukan, yang diberikan untuk kamu.

Kamu tidak bisa meminta orang lain menuruti kamu. Satu-satunya yang bisa kamu kendalikan adalah tindakanmu, yaitu reaksi kamu terhadap tindakan orang lain. Selama cara-pandang kamu belum berubah, selamanya kamu mudah benci dan marah. Kamu menghancurkan mood kamu sendiri. Kamu menjadi quiter, yang ingin pergi dari keadaan yang tidak kamu sukai.

Yang harus kamu ubah adalah reaksi kamu dalam menghadapi situasi itu. Bukan meminta orang lain untuk tidak mengganggu kamu.

Seperti apa contoh “mengubah cara pandang” agar mood tetap stabil? Contohnya, jika setiap hari, saya mendengarkan orang berantem, berbicara keras sekali. Saya ubah perspektif saya tentang kegaduhan itu, dengan cara.. Saya merasa memiliki alarm mahal. Suara orang berantem. Bayangkan, punya alarm berbentuk 2 manusia yang disajikan untuk membangunkan kamu. Sangat mahal dan keren sekali, kan?

Berita buruk yang terjadi di dunia sana. Kalau boss kamu marah, kawan kamu marah, itu “ajakan bekerja”, bukan “perintah” segera menyelesaikan pekerjaan. Bukankah itu alarm yang sangat mahal berbentuk manusia dan aktivitas?

Mood itu dibuat, dibentuk. Pemicu mood bukan apa yang ada di luar diri kamu, tetapi dari reaksi kamu atas keadaan di sekeliling.

Mood dibentuk dari persembahan seluruh dunia, dan kamulah pengambil keputusan untuk menjalankan pekerjaan.

Cara pandang kamu, terhadap dunia di sekelilingmu, menentukan mood.

Lihatlah apa yang saya makan. Ini nasi pecel, telur, dan tempe. Betapa mewahnya. Tuhan menciptakan bumi, ribuan malaikat menurunkan hujan, ayam bertelur, dan seterusnya. Lantas terjadilah nasi pecel. Penjualnya, seorang manusia yang berbaik hati. Ia terlahir untuk membuat saya merasakan masakannya. Saya tidak tahu variabel apa saja yang menyusun kejadian ini, namun saya sangat memahami, ini semua membentuk mood saya. Betapa mewahnya nasi pecel ini.

Ada ribuan contoh lain, di mana Tuhan dan jagat raya berkompromi menghadirkan suatu kejadian, untuk moment “sekarang” bagi saya. Dan saya memperbaiki apa yang sedang saya kerjakan, sebisa mungkin, sampai unit terkecil: rencana setelah ini, apa yang sedang jalan, catatan, dll.

Cara pandang terhadap dunia sekitar dan bagaimana saya mengerjakan sesuatu, itulah mood booster saya sesungguhnya.

Alarm saya mahal. Berita buruk, orang berantem, teriakan orang di status, video nggak bermutu, bagi saya semua itu adalah alarm mahal, yang memicu saya untuk segera mengerjakan sesuatu yang lebih baik.

Lebih mahal lagi, waktu saya. Karena saya selalu merasa bekerjasama dengan malaikat, jagat raya, dan manusia lain. Tidak ada “kebetulan”.

Sejak sering melatih cara pandang saya terhadap sekeliling dan menyadari bahwa saya sedang dalam situasi “sekarang” yang dibentuk dari ribuan variabel dan kemungkinan, mood saya tidak mudah hancur. [dm]