Kita sering mengalami rasa takut. Reaksi orang menghadapi rasa takut, bermacam-macam: ada yang mengabaikan, menyangkal, pura-pura tidak-takut, menghindari, namun sedikit sekali yang berani menghadapi rasa-takut itu.
Mengabaikan rasa takut, tidak sama dengan menghilangkan masalah. Kamu boleh tidak takut menghadapi ujian, namun itu bukan berarti hilangnya kesulitan di balik ujian. Tidak takut kekurangan uang, bukan berarti kesulitan di balik “kekurangan uang” menjadi tidak ada. Sama halnya, tidak takut sakit ketika mengkonsumsi makanan tak-sehat, bukan berarti bahaya di balik mengkonsumsi makanan tak-sehat itu tidak ada.
Pernah takut ketinggalan informasi? Setiap melihat Beranda, ingin scroll terus ke bawah, atau merasa kurang-pergaulang ketika orang membicarakan suatu berita tetapi kamu tidak update? Ini disebut “takut ketinggalan” alias FoMo (fear of missing-out). Perilaku yang saya sebut tadi, termasuk “takut”, tepatnya takut ketinggalan kalau tidak update.
Banyak hal buruk akan terjadi jika kita tidak tahu bagaimana cara hadapi rasa takut. Kita mengabaikan rasa takut, lari dari rasa takut, tidak tahu masalah yang sebenarnya. Kita melarikan diri dan sibuk bertahan hidup karena tidak tahu seperti apa lawan kita (rasa takut itu) yang sebenarnya. Kita jadi hidup atas izin orang lain, meminta restu orang lain. dan tidak pernah yakin apakah kita hidup di atas bahaya atau tidak. Rasa takut yang tidak teratasi, seperti “ketidakpastian”, yang lebih berbahaya dibandingkan risiko apapun.
Kita sering tidak mencapai tujuan karena tidak punya metode untuk mencapai tujuan. Orang gagal bukan karena takut gagal, bisa jadi karena ia “takut sukses”. Mereka takut sukses sehingga menghindari dan mengabaikan kemungkinan sukses. Yang mereka anggap nyata hanya “takut gagal”. Akhirnya, memilih tidak melakukan, menuruti “resistance” (hambatan) dan kritik dari pikirannya sendiri, untuk berhenti. Hanya 1 yang tersisa: rasa takut yang tidak selesai.
Takut tidaklah masalah jika kita perlihara, sejauh kita tahu bagaimana cara mengalahkan rasa takut itu. Orang yang tidak punya rasa takut, justru orang yang tidak pernah mencoba hal-hal baru. Orang yang tidak punya rasa takut, justru orang yang tidak menghargai harapannya sendiri.
Takut termasuk “musuh impersonal”, yang tidak berwujud “seseorang”. Takut dapat menghilangkan harapan seseorang, justru dengan menyamarkan dirinya, agar dianggap tidak penting. Dengan kata lain, ketika seseorang optimis “tidak takut”, kadang justru menyederhanakan masalah tanpa mengerti masalah sebenarnya. Ini terjadi karena orang tidak mempelajari ada apa di balik rasa takut ini. Orang tidak mengkalkulasi masalah, lebih memilih bersandar pada optimisme, rasa percaya diri, dan mengharapkan keberuntungan. Mereka lupa masalah sebenarnya.
Bagaimana mengatasi rasa takut?
Fokus mengatasi rasa takut. Jangan fokus pada tujuan.
Tim Ferriss punya “fear setting” untuk kalahkan rasa takut.
Kamu punya potensi hebat yang harus kamu aktivasi. Potensi hebat itu adalah “bertindak untuk berhasil”. Yang pertama, kalahkan rasa takut, jika ada.
Kamu bisa kalahkan rasa takut dengan cara mudah.
Tim Ferriss punya metode “fear setting” dan 3 langkah mudah ini.
Aktifkan rasa percaya diri, hadapi takutmu. Kamu sudah tahu kalau “takut” ini menghambat, namun kamu belum aktivasi kekuatanmu. Kamu belum mengakui kalau kamu “akan” lebih hebat dibandingkan rasa takut ini. Kamu belum menunjukkan pengetahuanmu dalam mengetahui apa sebenarnya yang membuat kamu takut. Potensi kamu tidak berguna kalau belum kamu aktivasi.
Percaya diri dan berani hadapi rasa takut, itu dibentuk. Bertahap, pelan-pelan, dan berdasarkan pengalaman. Tidak muncul dengan sendirinya. Bukan sifat bawaan. Banyak orang semula pemberani menjadi penakut. Sebaliknya, banyak orang yang semula penakut, bisa berubah menjadi pemberani.
Kamu hanya perlu aktivasi rasa percaya diri, karena semua orang berpotensi memiliki percaya-diri tinggi dan tidak takut hadapi masalah.
Mengalahkan rasa takut, bukan hanya membuatmu percaya diri. Kamu bisa lebih pintar dalam membuat keputusan tepat.
Tim Feriss punya resep bernama “fear setting”. Atur ketakutan itu. Tahapan yang bisa kita lakukan: define, prevent, repair. Tentukan, cegah, dan perbaiki.
1. Tentukan #skenarioterburuk (worst scenario) yang bisa terjadi akibat keputusanmu.
2. Tuliskan #tindakan apa yang bisa kamu lakukan untuk #mencegah hal buruk itu.
3. Kemudian #perbaiki situasi jika hal buruk itu tetapi terjadi.
Misalnya, kamu takut presentasi di depan publik, padahal besok giliranmu presentasi di depan kelas.
Apa nama rasa takut ini? Tentukan, definisikan. “Saya takut presentasi di depan publik,” — karena saya belum menguasai materi presentasi dan yang datang adalah orang-orang pintar, sementara saya tidak pernah berlatih bicara di depan publik.
Kita uraikan, seperti apa takut ini. Takut karena tidak terbiasa bicara di depan publik. Belum menguasai materi. Tidak bisa membuat presentasi. Takut kalau ada error teknis di tengah jalan. Takut karena dosen galak. Takut tidak selesai sesuai waktu yang diberikan (15 menit).
Setelah itu, dari daftar ketakutan tersebut, buatlah tindakan pencegahan. Belajar membuat presentasi, jauh hari sebelum presentasi. Buat presentasi dengan sajian dan desain yang bagus. Pelajari materinya. Buat daftar pertanyaan yang kira-kira akan ditanyakan kawan-kawan di kelas. Dan berlatih.
Dari pencegahan di atas, kamu bisa repair (perbaiki) bagian mana yang kurang. Bagaimana cara saya berlatih? Materi mana yang belum saya kuasai? Apakah saya perlu bawa kartu pengigat? Kalimat mana yang perlu saya perbaiki? dst.
Definisikan, cegah, dan perbaiki.
Jika kamu punya rasa takut, itu berarti dirimu memberikan deteksi dini, kamu sadar bahwa persiapan bisa kamu lakukan. Jika dirimu tidak-percaya diri, apalagi di awal, itu karena dirimu yang “sekarang” belum pernah melihat dirimu “besok” menghadapi masalah ini. Itu sebabnya, ketakutan bisa kamu antisipasi dan kamu tangani dengam baik.
Rasa takut tidak bisa dihilangkan dengan optimisme dan harapan. Rasa takut bisa dikalahkan jika kamu tentukan dia sekecil apa dan bisa kamu kalahkan dengan caramu. [dm]