DEMAK (jatengtoday.com) – Genderang perang melawan peredaran rokok illegal terus ditabuh jajaran Pemkab Demak. Tak terkecuali menggandeng kaum muda Kota Wali, menggempur rokok tak bercukai resmi lewat alunan lagu alias bernyanyi.
Seperti dilakukan Plt Kepala Dinas Pariwisata yang juga Kepala Dinkominfo Kabupaten Demak Endah Cahya Rini pada acara Friday Night Acoustic, beberapa waktu lalu.
Didampingi duo host Radio Suara Kota Wali (RSKW) Bagus Ferguzo dan Enzy, mantan Kabag Humas Setda Demak itu mensosialisaikan DBHCHT atau dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang diperoleh Kabupaten Demak dari pemasukan cukai rokok legal, dengan sasaran kaum muda khususnya dan masyarakat pendengar RSKW pada umumnya.
Disampaikan, DBHCHT merupakan bagian dana transfer dari pusat ke daerah sebagai penghasil cukai atau daerah penghasil tembakau. Yang dianggarkan berdasarkan pagu dengan proporsi kesejahteraan masyarakat 50 persen, kesehatan 40 persen dan bidang penegakan hukum 10 persen.
“Namun yang pertama dan utama perlu diketahui masyarakat adalah apa ciri-ciri rokok ilegal, sehingga bisa bersama memerangi peredarannya. Adapun ciri-ciri tersebut tidak ada pita cukai atau rokok polos, memakai pita cukai tapi palsu atau bekas, pita cukai tidak sesuai peruntukannya, seperti pita rokok filter di tempel pada rokok kretek atau sebagainya. Dan yang pasti harganya pastinya jauh lebih murah,” papar Endah Cahya Rini.
Lebih lanjut diungkapkan, untuk menekan peredaran rokok ilegal di pasaran, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat terkait aturan cukai. Baik melalui pengumpulan informasi maupun sosialisasi peraturan perundang undangan di bidang cukai.
Hal ini perlu dilakukan mengingat masih banyak masyarakat yang belum paham dan belum bisa membedakan kemasan rokok resmi dan rokok ilegal. “Memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya cukai yang merupakan bagian dari kontribusi masyarakat untuk pembangunan di berbagai bidang. Bahwa predaran rokok ilegal merugikan perekonomian negara karena dapat menyebabkan persaingan tidak sehat yang mengganggu keberlangsungan industri tembakau yang legal atau resmi,” imbuhnya
Di sisi lain, minimnya pengetahuan masyarakat tentang identifikasi rokok ilegal dan penjualan dengan harga murah menjadi faktor maraknya rokok ilegal beredar di pasaran. Sementara pengedar atau penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana.
“Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 tentang cukai. Dengan pidana paling rendah satu tahun dan paling tinggi lima  tahun, dan atau pidana denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali cukai yang harus dibayar,” urai Endah Cahya Rini.
Karena pentingnya DBHCHT bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintah gencar menyosialisasikan ajakan menggempur peredaran rokok illegal. Selain secara langsung melalui pertemuan tatap muka, demi efektifitas capaian sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial, media elektronik, juga media massa. Di samping memasang baliho dan penyebaran leaflet. (*)