DEMAK (jatengtoday.com) – Genderang perang melawan peredaran rokok ilegal terus ditabuh Pemkab Demak. Bahkan dipimpin langsung Bupati Eisti’anah upaya menggempur pasaran rokok tak bercukai resmi intensif dilakukan. Termasuk di dalamnya menggandeng PKL alias pedagang kaki lima dan kelompok pekerja seni.
Seperti dilaksanakan di Gedung Kesenian Demak di kawasan parkir wisata Tembiring Jogo Indah, beberapa waktu lalu. Di dampingi Pj Sekda Eko Pringgolaksito dan Kasi Pelayanan dan Informasi Bea an Cukai Semarang Nurhaeni Hidayah, bupati antusias mensosialisasikan bahayanya mengonsumsi rokok ilegal, hingga dampaknya yang merugikan negara karena tak bercukai resmi.
Pada prolog pembukanya, Pj Sekda H Eko Pringgolaksito menyampaikan, arti cukai dan manfaatnya bagi negara. Disebutkan, cukai adalah bea untuk barang yang dikonsumsi namun perlu pengawasan dan pengendalian penggunaannya, karena berdampak pada lingkungan dan kesehatan.
“DBHCHT atau dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau adalah dana transfer bagi provinsi/kabupaten/kota penghasil cukai dan/atau hasil tembakau. Semakin banyak rokok bercukai resmi beredar di pasaran, maka semakin besar pendapatan DBHCHT yang akan dikembalikan ke daerah,” urainya.
Senada disampaikan Bupati Eisti’anah. Basmi rokok ilegal wajib hukumnya. Semakin sedikit peredaran rokok ilegal pemerintah semakin terbantu di banyak sektor. Antara lain kaitannya jaminan kesehatan rumah tangga miskin. Hingga menjadikannya tidak terjangkau anak-anak untuk mengonsumsinya, dikarenakan rokok cukai resmi lebih mahal.
“Nah, kenapa Kabupaten Demak mendapatkan DBHCHT? Karena ada tiga kecamatan di Demak penghasil tembakau. Yakni Mranggen, Karangawen and Guntur. Serta dua kecamatan memproduksi hasil tembakau bercukai resmi, yakni Demak dan Mijen,” jelasnya.
Sesuai peraturan berlaku, lanjut bupati, DBHCHT tidak bisa digunakan sesuka hati. Ada tiga kriteria peruntukan, meliputi 50 persen kesejahteraan petani tembakau, 40 persen untuk kesehatan, serta 10 persen penegakan hukum.
“Intinya DBHCHT memberikan hasil ke pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat. Maka jangan terpesona pada rokok harga murah. Selain merugikan negara karena tak ada pemasukan dari acukai, kandungan bahan campuran rokok yang tak ketahui keasliannya berpotensi membuat batuk. Serta tidak ada kontribusi ke pemerintah yang kembalikan lagi ke masyarakat,” urai bupati.
Mengenai ciri-ciri rokok ilega, Nurhaeni Hidayah menerangkan, seringkali harga lebih murah dibandingkan rokok resmi. Selain itu nama atau merk, serta kemasan sengaja dibuat mirip produk resmi. Hingga masyarakat yang kurang teliti dapat tertipu.
“Pesan saya, jangan mudah tertipu rokok murah. Sayangi diri dan keluarga,.juga negara. Karena ketika rokok ilegal ramai di pasaran, pabrik rokok bercukai akan bangkrut dan terpaksa merumahkan karyawannya agar survive. Sementara karyawan pabrikan rokok yang diberhentikan, praktis akan kehilangan pekerjaan, hingga berbuntut persoalan sosial,” tandasnya. (*)