in

Enduring The Freedom, Tari Karya Seniman Semarang untuk Merenungi Hari Kemerdekaan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah masih belum mengizinkan seniman menggelar pertunjukan. Meski begitu, tidak menyurutkan Pengasuh Sanggar Greget Semarang, Yoyok Bambang Priyambodo untuk berkarya. Dalam peringatan HUT ke 75 RI ini, Yoyok melahirkan karya tari sarat pesan yang dipublikasi lewat Youtube.

Tari bertajuk ‘Enduring the Freedom’ ini menggambarkan tentang belenggu.dan kepedihan dalam sangkar. Seniman berambut gondrong ini menjelaskan, sangkar dan jeruji besi tak jauh berbeda. Keduanya membelenggu dan mencengkeram. Sumber daya dan kemampuan dengan segala potensi tidak bisa berbuat apa-apa.

Tarian yang dibawakan juga menggunakan topeng dan cambuk, simbol perwujudan penjajah dengan pemaksaan kepada pribumi.

“Ini menjadi sebuah renungan tentang kepedihan yang harus segera dihentikan. Marilah bergegas untuk meraih hidup, menghidupi, dan mengisi kemerdekaan dengan persatuan,” jelasnya, Senin (17/8/2020).

Kemudian, muncul gejolak untuk bangkit dan keluar dari sangkar agar bisa berbenah menata diri. Untuk mewujudkan harapan dan cita-cita serta mempertahankan kebebasan kemerdekaan sesuai dengan tatanan budaya yang adiluhung.

“Gotong royong sangat diperlukan untuk mewujudkannya. Kemudian sikap saling menghargai, hidup mandiri yang sejahtera dan tentram. Semua itu hanya bisa diawali dari diri sendiri. Jadilah diri kita sendiri sebagai bangsa Indonesia,” paparnya.

Wujud gotong royong tersebut digambarkan dengan sapu lidi. Dia menilai sapu lidi yang dikumpulkan menjadi segenggam merupakan contoh bahwa persatuan sulit dipatahkan.

Dalam akhir pertunjukan, Yoyok membawakan bendera merah putih sebagai simbol kemerdekaan lambang keberanian dan kesucian.

Menurutnya, nilai-nilai kepahlawanan, patriotisme, nasionalisme terkandung di dalamnya. “Sejak Majapahit, Kediri, dan Sisingamangaraja IX sudah menggunakan Sang Dwiwarna panji merah putih,” bebernya.

Yoyok mengungkap selama menyajikan pertunjukkan, dirinya dibantu oleh penari Dr. S Pamardi S.Kar., M.Hum, Dwi Yuworo, Sangghita Anjali, Mahendra, dan segenap penari Sanggar Greget Semarang.

“Untuk komposisi Gending dan Tembang, kami dibantu oleh Sudarsono, Edi Suryono, dan Mahendra. Sebisa mungkin kami gunakan tembang dan gending tradisi agar ikatan kulturalnya tetap terjaga,” tandasnya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto