in

Ditawari Damai, Pengacara Rektor Undip: Silakan Cabut Dulu Gugatannya

SEMARANG (jatengtoday.com) – Gugatan Prof Suteki, Guru Besar Undip terhadap Sang Rektor, atas pencopotan jabatan secara sepihak, masih bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.

Rabu (11/9/2019), sidang baru memasuki tahap perbaikan gugatan yang ketiga. Dan masih dilakukan secara tertutup. Sidang berikutnya dijadwalkan terbuka untuk umum.

Sebelumnya, pihak Prof Suteki selaku penggugat masih berharap ada jalan damai. Namun, tampaknya hal tersebut tak bisa terwujud. Masing-masing pihak kukuh dengan pendapatnya.

Menanggapi hal tersebut, salah satu pengacara Rektor Undip, Muhtar Hadi Wibowo mengaku heran. Sebab, bagaimana mungkin pihak Prof Suteki berharap damai tetapi di sisi lain gugatannya terhadap Rektor tidak dicabut.

“Itu gugatan dilayangkan, mengapa menawarkan perdamaian? Seharusnya cabut dulu gugatan, baru tawarkan perdamaian. Kalau digugat menawarkan perdamaian tentunya merupakan hal kontradiktif,” ujar Muhtar saat ditemui usai sidang.

Sementara itu, salah satu pengacara Prof Suteki, Muhammad Dasuki tidak menampik pernyataan harapan islah (damai) tersebut.

“Kami sempat berharap ada islah, tapi setelah melihat belum ada titik temu ke arah sana, secara otomatis proses akan lanjut pada sidang terbuka,” ujar Dasuki saat dimintai keterangan secara terpisah.

Berdasarkan hasil sidang siang tadi, diputuskan surat kuasa sudah sesuai, termasuk gugatan Prof Suteki ke Rektor Undip sudah final. Karena itu, sidang perbaikan gugatan dinyatakan selesai.

Pekan depan, Rabu (18/9/2019), sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan gugatan. Sidang akan terbuka untuk umum.

Gugatan tersebut diajukan atas surat keputusan nomor : 586/UN7.P/KP/2018 tentang pemberhentian jabatan Prof Suteki sebagai Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum Undip.

Pencopotan oleh Rektor Undip itu sebagai buntut dari hadirnya Prof Suteki sebagai saksi ahli dalam persidangan gugatan Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta serta Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. (*)

editor : ricky fitriyanto