in

Kejari Semarang Terapkan Restorative Justice, Perkara Kecil Diselesaikan Tanpa ke Pengadilan

SEMARANG (jatengtoday.com) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang mulai memberlakukan penyelesaian perkara dengan mekanisme keadilan restorasi atau restorative justice. Dengan begitu, tidak semua perkara pidana harus dibawa ke pengadilan.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kota Semarang Edy Budianto menjelaskan, penyelesaian perkara dengan cara tersebut bisa dilakukan jika memenuhi beberapa persyaratan.

Di antaranya, tersangkanya baru pertama kali melakukan tindak pidana; tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda; atau ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun. Selain itu, nilai kerugian atau nilai barang bukti yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

“Dengan ancaman kurungan kurang dari 5 tahun dan kerugian yang timbul kurang dari Rp 2,5 juta, maka dengan kata lain itu merupakan perkara kecil,” ujar Edy, Sabtu (22/8/2020).

Mekanisme restorative justice juga mensyaratkan pemulihan kembali pada keadaan semula oleh tersangka. Misalnya tersangka mengganti kerugian kepada korban atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Selain itu, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dengan tersangka.

“Tapi perlu dicatat, dalam hal ganti rugi ini tidak boleh ada unsur pemerasan. Misalnya korban meminta ganti rugi yang besarnya tidak wajar melebihi besaran kerugian yang timbul,” tegas Edy.

Pengecualian

Edy memaparkan, penghentian perkara melalui mekanisme restorative justice tersebut diatur dalam Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan.

“Peraturan itu sudah mulai diberlakukan, termasuk di Kota Semarang, sejak diundangkan pada akhir Juli 2020 kemarin,” paparnya.

Namun, kata Edy, perlu ditekankan bahwa tidak semua perkara pidana dengan kerugian yang kecil dapat dihentikan sebelum masuk pengadilan. Alias terdapat beberapa jenis perkara yang di pengecualian alias terdapat beberapa kasus yang tak dapat diselesaikan dengan mekanisme Restorative Justice.

Dia menyebutkan seperti tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat dan wakilnya, ketertiban umum dan kesusilaan.

Kemudian, tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, tindak pidana lingkungan hidup, serta tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. (*)

editor : tri wuryono