in

Program PTSL Jokowi Dianggap Tak Mampu Selesaikan Konflik Pertanahan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Konsep reforma agraria dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) gratis yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini dinilai belum berpihak kepada rakyat kecil.

Pasalnya, sertifikat tanah yang disebut gratis oleh pemerintah hanya menyasar tanah “clear and “clean”. Artinya, tidak menyelesaikan polemik tanah yang bersengketa.

“Sertifikasi tanah di Indonesia hingga saat ini belum mampu memberi manfaat secara nyata. Pemerintah hanya mensertifikatkan tanah yang bersifat ‘clear’ dan ‘clean’. Padahal rata-rata yang terjadi masalah di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, lebih khusus di Kota Semarang adalah lahan konflik,” ungkap Arif dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Semarang, dalam diskusi Ruang Monod bertema ‘Pelayanan Sertifikasi Tanah, Sudahkan Berpihak Pada Masyarakat?’ di Gedung Monod Diephuis & Co, Kota Lama Semarang, Senin (20/1/2020).

Dijelaskannya, program reforma agraria seharusnya bisa menyelesaikan konflik lahan yang terjadi di masyarakat. Baik itu konflik antara masyarakat dengan masyarakat, konflik masyarakat dengan perusahaan, maupun konflik masyarakat dengan pemerintah.

“Yang terjadi, reforma agraria Jokowi sama saja, tanah masyarakat kemudian disertifikatkan begitu saja. Bukan fokus reforma agraria yang seharusnya penyelesaian konflik dan berpihak kepada masyarakat,” katanya.

Dikatakannya, adanya sertifikat bahwa tanah itu milik masyarakat ditunjuk dari Perda Tata Ruang. Sejak dibuat pada 2011, sudah melalui dua kali revisi Perda Tata Ruang hingga sekarang. “Itupun Kota Semarang hingga kini belum mempunyai Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Padahal BPN maupun Dinas Tata Ruang bisa menunjukkan bahwa lahan itu apakah lahan hijau, kuning, merah, seharusnya mengacu kepada RDTRK ini,” katanya.

Jawa Tengah, terutama Kota Semarang, lanjut Arif, sedang perluasan kawasan industri. “Nah, kalau RDTRK itu tidak dibuat, maka banyak masyarakat bukan hanya di Tambaklorok, akan terkena konflik lahan. Karena investasi sedang besar-besaran masuk di Kota Semarang,” katanya.

Plt Kepala Dinas Tata Ruang Kota Semarang M Irwansyah, menepis terkait Kota Semarang selama ini tidak memiliki RDTRK. “Ini hebatnya Kota Semarang. Walaupun membuat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), tapi kedalamannya sudah memuat RDTRK, karena membuat tata ruang itu mahal,” katanya.

Artinya, lanjut Irwansyah, kedalaman RTRW yang dibuat saat ini telah memuat kedalaman RDTRK. “Karena nanti keluarnya sudah zoning regulation per kavling. Jadi jangan khawatir, kami sudah mengakomodasi untuk mewadahi masyarakat dan pertumbuhan jasa di Kota Semarang. Kami sudah memikirkan sejauh itu,” bebernya.

Konsep RTRW di Semarang ini, lanjut Irwansyah, juga diapresiasi oleh pemerintah pusat. “Bahkan akan menjadi role model RTRW yang sedalam RTDRK. Kami sampaikan ke masyarakat, ini tinggal pengesahan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Dalam Negeri. Mudah-mudahan tidak lama lagi sudah bisa operasional, sehingga bisa menjawab di kemudian hari,” katanya. (*)

 

editor : ricky fitriyanto