SEMARANG (jatengtoday.com) – Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di Jateng mendorong berbagai pihak melakukan kampanye penghapusan kekerasan sebagai sarana informasi dan edukasi kepada masyarakat.
Berdasarkan data dari DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah, dalam rentang Januari–Oktober 2019 ada 1.219 perempuan yang menjadi korban kekerasan.
Adapun data yang dihimpun Legal Recources Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), di tahun 2019 dari bulan Oktober–Juni 2019, tercatat ada 79 kasus kekerasan terhadap perempuan, 61 perempuan diantaranya menjadi korban kekerasan seksual.
Sementara itu, LRC-KJHAM juga mencatat, sejak tahun 2016–2018 total ada 1.021 kasus kekerasan dengan jumlah korban mencapai 1.886 perempuan. Sebanyak 1.408 di antaranya menjadi korban kekerasan seksual.
“Artinya dalam satu hari ada 1 sampai 2 perempuan menjadi korban kekerasan,” tegas Koordinator Divisi Informasi dan Dukumentasi LRC-KJHAM, Citra Ayu K, Minggu (8/12/2019).
Menurutnya, korban kekerasan masih mengalami hambatan dalam mengakses keadilan. “Banyak perempuan korban kekerasan seksual yang mengalami kriminalisasi, dinikahkan dengan pelaku. Apalagi kuatnya stigma masyarakat terhadap perempuan korban yang tidak mendukung justru menyalahkan korban,” tegas Citra.
Hal itulah yang mendorong berbagai jaringan di Jateng, mulai dari pemerintah, NGO, komunitas perempuan, hingga organisasi keagamaan perempuan, menggelar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) bertema ‘Gerak Bersama untuk Mewujudkan Keadilan Bagi Perempuan’.
Kampanye tersebut dikonsep dengan acara Fun Run dan Penandatanganan Dukungan untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di area car free day (CFD) Lapangan Simpang Lima Semarang, Minggu (8/12/2019) pagi.
Kampanye 16 HAKTP atau 16 Days of Activism Against Gender Violence ini merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kampanye 16 HAKTP dilakukan setiap tahun mulai 25 November hingga 10 Desember–hari HAM Internasional.
Kabid Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan DP3AP2KB Jateng Sri Dewi Indrajati menjelaskan, dipilihnya rentang waktu tersebut dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM.
Menurutnya, masih terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut menunjukan bahwa adanya ratifikasi konvensi CEDAW, Undang-Undang 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang belum terimplementasi secara maksimal.
“Maka dari itu, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak supaya regulasi yang ada bisa berjalan baik,” tegasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto