SEMARANG (jatengtoday.com) – Perkumpulan Tionghoa di Kawasan Pecinan Semarang memperebutkan sebidang tanah seluas 288 meter persegi di Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Tepatnya di Jalan Gang Tengah Nomor 73.
Gugatan diajukan oleh Perkumpulan Siang Boe melawan Yayasan Tunas Harum Harapan Kita. Keduanya sama-sama organisasi sosial yang basisnya warga Tionghoa. Perkara perdata umum tersebut tercatat pada nomor 282/Pdt.G/2019/PN Smg
Perkumpulan Siang Boe selaku penggugat mendalilkan perihal kontraktual atau perjanjian pakai pada 29 Desember 1994.
Dalam gugatannya, Perkumpulan Siang Boe mendasari atas kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan No 2102, dengan Surat Ukur tanggal 6 Desember 2013 No.00011/Kranggan/2013, tanggal 30 Januari 2014.
“Bahwa tanah tersebut tercatat atas nama Perkumpulan Siang Boe yang berkedudukan di Semarang,” jelas kuasa hukum penggugat, Wagisan dalam materi gugatannya.
Namun, katanya, saat ini tanah tersebut ditempati oleh Yayasan Tunas Harum Harapan Kita yang dulunya merupakan yayasan pendidikan dan kini menjadi balai pengobatan.
Sehingga, penggugat berpendapat upaya menguasai atau memanfaatkan tanah (yang menjadi objek sengketa) tanpa seizin dari Perkumpulan Siang Boe dan tidak mau mengembalikannya adalah perbuatan melawan hukum.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat, Nico Arief Budi Santoso menegaskan bahwa gugatan tersebut tidak berdasar. “Ada beberapa poin yang patut menjadi sorotan dalam gugatan ini,” ungkapnya saat ditemui, Kamis (28/11/2019).
Menurut Nico, sejak dulu tanah Jalan Gang Tengah Nomor 73 tersebut memang kepunyaan Tionghoa Hwe Kwan, bukan atas Perkumpulan Siang Boe ataupun Yayasan Tunas Harum Harapan Kita.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan (BHP) Semarang yang menyatakan bahwa objek sengketa adalah tanah eigendom verponding milik Tionghoa Hwe Kwan. Eigendom verponding ini adalah salah satu status hukum pertanahan pada masa penjajahan Belanda.
Nico juga mempertanyakan, bagaimana bisa Perkumpulan Siang Boe mengklaim mempunyai SHGB. “Kami tahu bahwa Siang Boe sudah berdiri sejak tahun 1907, tapi itu sudah lama dan tidak beregenerasi. Ini kok tiba-tiba tahun 2011 muncul regenerasi dan mengklaim SHGB,” ucapnya.
Sampai saat ini, sidang gugatan tesebut masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Di beberapa kesempatan, umat Tionghoa Hwe Kwan dari pihak tergugat yang mayoritas sudah berusia lanjut, turut menghadiri persidangan. (*)
editor : ricky fitriyanto