SEMARANG (jatengtoday.com) – Perkumpulan Siang Boe menggugat Yayasan Tunas Harum Harapan Kita senilai Rp 1,4 miliar. Gugatan diajukan atas perjanjian pinjam pakai sebidang tanah seluas 288 meter persegi di Jalan Gang Tengah Nomor 73 Kawasan Pecinan Semarang.
Kuasa hukum penggugat, Wagisan menjelaskan, tanah yang terletak di Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang tersebut adalah milik Perkumpulan Siang Boe.
Hal tersebut didasari dengan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan No 2102, dengan Surat Ukur tanggal 6 Desember 2013 No.00011/Kranggan/2013, tanggal 30 Januari 2014.
Namun, katanya, selama ini tanah yang menjadi objek sengketa dikuasai oleh Yayasan Tunas Harum Harapan Kita. Sehingga pihak penggugat menganggapnya sebagai perbuatan melawan hukum.
“Menyatakan bahwa akibat perbuatan melawan hukum tergugat telah menimbulkan kerugian materiil maupun kerugian immateriil bagi penggugat,” jelas Wagisan dalam materi gugatannya.
Dijelaskan, kerugian materiil yang diderita penggugat adalah kerugian atas penguasan objek sengketa secara melawan hak sejak tanggal 1 Juni 2013 sampai dengan tanggal 27 Juni 2019 sebesar Rp 369.000.000. Sementara kerugian immateriil yang penggugat derita adalah sebesar Rp 1.000.000.000.
“Sehingga seluruh kerugian yang diderita oleh penggugat sebesar Rp 1.369.000.000 (atau Rp 1,4 miliar),” ungkapnya.
Selain itu, penggugat menuntut agar tergugat membayar denda sebesar 10 persen dari uang sebesar Rp 1,4 miliar, terhitung sejak diajukannya gugatan ini di Pengadilan Negeri (PN) Semarang sampai dengan tergugat melaksanakan putusan perkara ini.
Terakhir, penggugat ingin agar tergugat menyerahkan tanah milik Perkumpulan Siang Boe dalam keadaan kosong seperti semula selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum.
Hingga sekarang, perkara perdata umum ini masih bergulir di PN Semarang. Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin oleh Dewi Perwitasari mencoba untuk mengadakan mediasi. Namun gagal, masing-masing pihak tetap kukuh dengan pendapatnya.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat, Nico Arief Budi Santoso dalam eksepsinya mengungkapkan, gugatan Perkumpulan Siang Boe dia kategorikan sebagai pihak yang tidak memiliki persona standi in judicio. Sebab, penggugat mendalilkan perihal kontraktual atau perjanjian pakai pada 29 Desember 1994, tetapi gugatan itu PMH.
“Penggugat kebingungan menafsirkan pengertian perjanjian berdasarkan KUH Perdata, seolah-olah merasa dirugikan dengan PMH sebagai dalilnya,” tegas Nico saat ditemui, Kamis (28/11/2019).
Dengan kata lain, masih ada pihak yang harus ditarik sebagai tergugat. Maka hal itu dapat dikategorikan sebagai plurium litis consortium. Sehingga hal itu patut dianggap sebagai ketidakcermatan penggugat. (*)
editor : ricky fitriyanto