in

Tanpa Politik Uang, Kalah-Menang Tetap Bermartabat

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pesta demokrasi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan digelar serentak pada 17 April 2019. Sejauh ini, untuk menjadi seorang calon legislatif pun cenderung harus merogoh kocek miliaran rupiah.

Tak bisa dipungkiri, politik uang masih sangat melekat di tengah pesta demokrasi tersebut. Meski bentuknya bisa berbeda-beda. Masing-masing calon melancarkan strategi dengan berbagi cara.

Bahkan belakangan ini publik dibuat terkejut atas tertangkapnya salah satu anggota DPR RI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait uang Rp 8 miliar. Uang tersebut diduga untuk melakukan serangan fajar dan telah dikemas dalam 400 ribu amplop.

Anggiasari Puji Aryatie, salah satu Calon Legislatif DPR RI dari Partai NasDem mengakui iklim demokrasi belum sepenuhnya kondusif. Para politisi belum sepenuhnya taat aturan. Sehingga politik uang masih kerap terjadi. Pencalonannya sendiri, kata Anggie, dilandasi untuk memperjuangkan kaum difabel dengan segenap kemampuannya. Ia juga menolak keras praktik politik uang.

“Ini menjadi perjuangan tanpa politik uang,” tegasnya, Kamis (11/4/2019).

Bahkan ia mengaku banyak relawan terbuka dan membantu. Sebab, mereka mengetahui perjuangan ini merupakan misi kemanusiaan. Bagaimana memperjuangkan kaum disabilitas di Indonesia agar memperoleh keadilan. “Agar warga disabilitas memperoleh pendidikan inklusif serta pekerjaan yang layak,” katanya.

Politik menjadi sesuatu jalan untuk bisa melakukan perjuangan. Itupun didasari keikhlasan dan kecintaan terhadap Indonesia tanpa politik uang. Bahkan, andai pun kalah karena pesaingnya main politik uang, Anggia menyatakan tetap berbangga dan bermartabat. “Memilih dengan hati nurani jauh lebih berharga. Kalau terjadi politik uang dan saya kalah karena itu, saya tetap berbangga hati. Suara yang memilih saya adalah suara murni, tidak ada politik uang,” tegas Caleg untuk DIY itu.

Sementara itu, sahabat Anggia, Nursam (25), mengenal Anggia sebagai sosok yang sangat rendah hati. “Dia memiliki pengalaman panjang bagaimana berjuang mendapatkan kesetaraan sebagai penyandang disabilitas, isu perempuan, dan lain-lain,” katanya.

Tentu saja, lanjut Nursam, Anggia paham betul bagaimana regulasi sesuai kebutuhan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. (*)

editor : ricky fitriyanto