SEMARANG (jatengtoday.com) – Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) belasan anak buah kapal (ABK) perikanan migran di kapal asing yang dilaporkan di Mabes Polri tidak mendapatkan penanganan secara profesional. Bahkan hingga kini telah delapan tahun mangkrak alias tidak ada kepastian tindak lanjut.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan membantu menyelesaikan kasus yang menimpa ABK perikanan tersebut.
Koordinator Departemen Advokasi SBMI, Juwarih menjelaskan, awalnya, kasus ini dilaporkan di Bareskrim Mabes Polri dengan Nomor LP/387/IV/2014/Bareskrim tertanggal 14 april 2014.
“Namun kasus ini dilimpahkan ke Polda Metro Jaya Jakarta. Hingga 8 tahun berjalan tidak ada penanganan serius. Maka dari itu, kami meminta Bapak Kapolri untuk turun tangan,” tegasnya, Sabtu (27/8/2022).
Dalam kasus tersebut, lanjut Juwarih, SBMI menduga adanya indikasi praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Jumlah korban semuanya ada 18 orang, tapi yang mengadu ke SBMI sebanyak 10 orang,” ungkapnya.
Para ABK tersebut awalnya bekerja di Kapal Hom Xiang berbendera Taiwan yang beroperasi di Perairan Cape Town, Afrika Selatan. “Selama kurang lebih dua tahun bekerja, hak gaji mereka sama sekali tidak dibayarkan. Rata-rata gaji mereka yang belum terbayarkan per orang berkisar Rp 90 jutaan,” jelasnya.
Para ABK tersebut sempat ditahan oleh otoritas setempat karena surat-surat kapal tidak lengkap. Setelah ditahan selama dua setengah bulan, mereka dideportasi ke Indonesia. “SBMI telah beberapa kali mendampingi korban ke Polda Metro Jaya ketika dimintai keterangan untuk melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, kasus ini belum bisa dilimpahkan ke pengadilan karena statusnya masih P-19,” katanya.
Pada Jumat, 26 Agustus 2022 lalu, Tim Advokasi SBMI kembali mendampingi dua orang mantan ABK yang dimintai keterangan untuk kelengkapan BAP di Polda Metro Jaya. “Selama ini, dari 10 ABK yang melapor, baru lima orang yang dimintai keterangan,” katanya.
BACA JUGA:
Setelah Digugat, Akhirnya Presiden Sahkan PP Pelindungan ABK
Ironi Pekerja Migran Indonesia Lima Bulan Telantar di Somalia
Pada 2015, lanjut Juwarih, Polda Metro Jaya pernah melakukan gelar perkara terkait kasus ini. Dari gelar perkara tersebut, kasus ini dinyatakan memenuhi unsur TPPO. “Namun, belum ada tindak lanjut menyeret pelaku ke pengadilan. Hak-hak para ABK yang menjadi korban belum juga terpenuhi,” katanya.
Dia berharap, ada dorongan publik untuk mengawasi kinerja Aparat Penegak Hukum agar para korban mendapatkan keadilan. “Bapak Kapolri harus turun tangan agar kasus ini segera ditindaklanjuti,” katanya.
Salah satu korban, Saenudin, mengaku sangat kesal dan lelah. Sebagai warga negara yang menjadi korban kejahatan, dia melapor ke polisi agar memperoleh keadilan.
“Bagaimana tidak kesal, proses hukum sangat lama begini. Kepolisian seharusnya bekerja sebagai penegak hukum secara profesional. Kasus ini harus segera diselesaikan. Pelaku ditangkap dan dipenjara. Hak-hak kami sebagai pekerja diberikan,” katanya. (*)