in

Diiming-imingi Kerja di Selandia Baru, 107 TKI Diperas Perusahaan Agen

Para korban masing-masing dimintai uang penempatan Rp 15 juta hingga Rp 50 juta oleh agensi.

Para korban didampingi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan perlindungan dan restitusi pada Selasa (5/9/2023). (dok. SBMI)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Sebanyak 107 tenaga kerja Indonesia diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang hendak diberangkatkan ke Selandia Baru. Namun mereka justru menjadi korban eksploitasi dengan dimintai uang penempatan Rp 15 juta hingga Rp 50 juta oleh perusahaan agen tenaga kerja.

Mereka kemudian didampingi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan perlindungan dan restitusi pada Selasa (5/9/2023).

Koordinator Departemen Advokasi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SBMI, Juwarih menjelaskan sebanyak 107 korban TPPO yang direkrut sedianya akan diberangkatkan ke Selandia Baru.

“Terindikasi kuat terjadi eksploitasi. Para korban direkrut dengan perusahaan yang tidak memiliki izin untuk menempatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Para pelaku tidak membekali para korban dengan dokumen sesuai prosedur pra-penempatan,” terangnya.

Dikatakannya, para korban kebanyakan berasal dari Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Mereka dimintai biaya penempatan mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 50 juta. Berdasarkan pencatatan SBMI, jumlah total kerugian materiil dari 107 korban sedikitnya Rp 2,8  miliar,” ungkap Juwarsih.

Sejauh ini, para pelaku TPPO ini baru terindentifikasi berjumlah lima orang yaitu berinisial TH (42), ASP (46), NB (46), VAM (46) dan DWA (46). Kelimanya telah ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Juni 2023 oleh penyidik Polres Kulon Progo.

Para korban tertarik karena diiming-imingi gaji 20 Dolar Selandia Baru per jam. Mereka menjanjikan kerja layak dan pemberangkatan resmi. Namun para korban justru ditelantarkan. “Penyebaran informasi lowongan kerja dilakukan oleh pelaku melalui media sosial dan jejaring pertemanan,” imbuhnya.

Puluhan korban secara bertahap diberangkatkan ke Bali untuk transit. Para korban ditampung dan kemudian dijanjikan akan diberangkatkan ke Selandia Baru melalui Bali. “Namun setelah sebulan menunggu, para korban tidak mendapatkan kejelasan keberangkatan, sehingga para korban kembali ke daerah masing-masing,” jelas dia.

Lebih lanjut, kata Juwarsih, pihaknya melakukan pendampingan korban untuk mengajukan perlindungan dan restitusi di LPSK. Sebab, sesuai Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, ini merupakan hak yang harus diberikan kepada korban TPPO.

“Harapannya hak-hak korban TPPO dapat terpenuhi, salah satunya yaitu hak restitusi,” jelasnya.

Salah satu korban berinisial H mengungkapkan telah membayar Rp 41 juta dengan dalih sebagai biaya penempatan kerja. Ia akan berangkat bersama istri. “Saya dijanjikan akan dipekerjakan di sektor perkebunan di Selandia Baru,” katanya.

Ia bermaksud mengadu nasib untuk bekerja di luar negeri agar bisa meningkatkan kondisi ekonomi. Namun malah justru tertipu puluhan juta. “Saya bersama istri sudah pusing. Saya ingin agar uang saya bisa kembali karena uang tersebut hasil utang,” katanya. (*)