in

Modus Baru TPPO Berkedok Magang di Luar Negeri Incar Pelajar

Pelaku kriminal melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan.

Gambar oleh Brigitte Werner dari Pixabay

JAKARTA (jatengtoday.com) – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menengarai adanya modus baru dalam praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia dengan sasaran pelajar. Terindikasi pelaku memanfaatkan pelajar dengan program pemagangan atau Pelatihan Kerja Lapangan (PKL) di kapal perikanan.

Dengan kedok “magang” itulah perusahaan nakal melakukan eksploitasi tenaga kerja di atas kapal dengan gaji murah, bahkan tidak digaji.

“Program pemagangan atau PKL ini diduga menjadi modus baru oleh para pelaku kriminal untuk menarik korban-korban dari kelompok pelajar,” kata Ketua Umum SBMI Hariyanto saat melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi Pencegahan TPPO kepada ratusan pelajar SMKN Mandiri 36 Jakarta Utara pada Senin, 20 Maret 2023.

Berdasarkan data aduan di SBMI tahun 2020, ada 233 pengadu berpendidikan SMA/SMK. Maka menurutnya, urgensi sosialisasi mengenai pencegahan TPPO bekerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) ini penting.

“Pelaku kriminal melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan, misalnya dengan modus menawarkan lowongan kerja magang di baik di dalam maupun luar negeri,” katanya.

Berdasarkan laporan lima tahunan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GTPP TPPO), sepanjang 2015 hingga 2019, ada 2.648 korban yang teridentifikasi di Indonesia, 88 persen perempuan dan 12 persen adalah laki-laki.

“Ada temuan kasus pada dua tahun yang lalu di mana anak-anak didik Indonesia diberangkatkan ke Taiwan dengan dalih pemagangan. Hal yang menjadi masalah adalah pengusaha memanfaatkan pemagangan ini untuk mendapatkan buruh murah, bahkan tidak digaji,” ungkap Hariyanto.

Sekretaris Jenderal SBMI, Bobi Anwar Ma’arif mengatakan TPPO menurut Pasal 104 ayat 1 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Dalam praktiknya, Bobi menjelaskan bagaimana proses pelaku TPPO tersebut menjalankan aksinya.

“Biasanya pelaku merekrut dengan cara menyebarkan informasi lowongan kerja, memuat janji manis, kerja enak, gaji besar, prosesnya mudah. Mereka juga kerap memalsukan data identitas. Tanpa disadari, korban terperangkap jeratan utang. Jika sudah masuk dalam jeratan tersebut, pelaku kerap menggunakan cara kekerasan seperti ancaman, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan dan lain-lain,” terangnya.

BACA JUGA: 18 Kasus TPPO Mandek, SBMI Minta Polisi Bekerja Profesional

Ketika korban sudah termakan oleh jebakan pendaftaran atau jebakan tipuan pelaku, lanjut Bobi, kemudian mengangkut dan memindahkan korban jauh dari komunitasnya.  Ketika sudah sampai tempat tujuannya, pelaku dapat menindas atau mengeksploitasi korban untuk keuntungan finansial atau ekonomi para pelaku.

“Beberapa bentuk eksploitasi antara lain prostitusi, kerja paksa, diperbudak, disiksa, atau transplantasi organ tubuh korban untuk dijual,” katanya.

Dampak pada korban bisa mengalami sakit, cacat bahkan sampai meninggal. Secara psikis, korban bisa mengalami perasaan malu, depresi bahkan gila serta dampak secara ekonomi korban dapat jatuh miskin.

“Kami mengingatkan, agar para guru minimal dapat membimbing pelajarnya untuk dapat membedakan perusahaan-perusahaan perekrut Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran yang memiliki izin dari Menteri Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan,” katanya.

Berdasarkan data kasus TPPO yang dialami AKP Migran di sektor laut yang ditangani SBMI dari tahun 2014 hingga 2022 sebanyak 634 korban. “Untuk perusahaan perekrut yang memiliki izin dari Kemenaker bisa dicek dalam website Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemenaker, sementara untuk perusahaan yang memiliki izin dari Kementerian Perhubungan bisa cek Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awal Kapal (SIUPPAK) dalam website Dokumen Pelaut,” jelas Bobi.

IPTU Wan Deni Ramona Gusti, perwakilan dari Polri menjelaskan tentang pentingnya pencegahan dalam memberantas TPPO. Berdasarkan data Bank Dunia yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah dari 5,2 persen pada 2022 menjadi 4,8 persen pada 2023.

“Melemahnya pertumbuhan ekonomi berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran,” katanya.

Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022, mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang, porsinya 5,86 persen dari total angkatan kerja nasional sebanyak 143,72 juta.

“Situasi ini harus diwaspadai agar tidak dimanfaatkan oleh pelaku kriminal untuk mendapatkan keuntungan dengan menghalalkan segala cara, misalnya modus penawaran lowongan kerja atau modus pemagangan baik di dalam maupun di luar negeri,” katanya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMKN 36 Jakarta Utara Sri Tati Sugiarti mengatakan salah satu jurusan di sekolahnya yaitu Nautika Kapal Penangkap Ikan dan Teknik Kapal Penangkap Ikan. Berdasarkan pengalaman yang dimilikinya dari beberapa peserta didik bahwa dua jurusan tersebut mengikuti program PKL biasa di laut selama 3-6 bulan, bahkan bisa sampai 8 bulan untuk menangkap ikan.

“Walau pun selama ini belum ada masalah, sosialisasi pencegahan TPPO masih sangat perlu dilakukan,” katanya.

Menurutnya, lembaga pendidikan perlu dilibatkan dalam pencegahan TPPO. Tidak hanya pelajar, tetapi setiap orang tua juga perlu pengetahuan tentang TPPO. “Para orang tua juga perlu diberikan sosialisasi dan edukasi mengenai resiko dan bahaya TPPO,” katanya. (*)