SEMARANG (jatengtoday.com) – Ancaman pailit kembali menghantui Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Jateng Mandiri. Pasalnya, 3 nasabahnya mengajukan gugatan lagi terkait pembatalan putusan perdamaian (homologasi) melalui kantor hukum Dirgantara INA and Partners di Pengadilan Niaga (PN) Semarang.
Pemohon pailit yang baru adalah Eniwati Halim Soetikno, Yonathan Tommy Wijaya, dan Andreas Yoggi Wijaya. Ketiganya adalah warga Kota Semarang. Adapun klasifikasi perkara yang diajukan para pemohon masuk dalam permohonan pernyataan pailit, dengan nomor perkara: 7/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN Niaga Smg.
Muhammad Dirgantara Indonesia selaku kuasa hukum menjelaskan, gugatan itu diajukan kliennya karena ada kelalaian yang dilakukan termohon dalam memenuhi putusan perdamaian. Sedangkan ketiga kliennya merupakan nasabah yang memiliki simpanan berjangka dari termohon.
Dijelaskannya, untuk Eniwati memiliki simpanan berjangka yang sudah jatuh tempo sebesar Rp 250 juta. Sedangkan Yonathan dan Andreas masing-masing sebesar Rp 200 juta.
“Termohon (KSP Jateng Mandiri) di samping tidak membayar bunga sebagaimana diuraikan di atas, juga tidak pernah melakukan pembayaran hutang pokok sebagaimana dinyatakan dalam pasal 7 huruf b dalam putusan perdamaian a quo,” ujar Dirgantara, Jumat (28/3/2019).
Atas permohonan itu, pihaknya meminta majelis hakim agar berkenan memeriksa dan menjatuhkan putusan, mengabulkan permohonan kliennya untuk seluruhnya. Kemudian menyatakan batal perdamaian yang disahkan oleh majelis hakim PN Semarang yang dituangkan dalam Putusan Perdamaian (Homologasi), Nomor: 13/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN.Niaga.Smg, pada 20 Desember 2016 lalu.
Selanjutnya, imbuh Dirgantara, harapannya majelis hakim menyatakan KSP Jateng Mandiri pailit dengan segala akibat hukumnya.
“Kami juga meminta majelis hakim menunjuk dan mengangkat hakim pengawas untuk mengawasi proses kepailitan tersebut, serta menghukum termohon untuk membayar seluruh biaya perkara. Apabila PN Semarang berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya,” jelasnya.
Anggota Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) Jateng tersebut juga menjelaskan, sertifikat jaminan yang diserahkan dalam perdamaian, sepengetahuannya atas nama Halim Susanto. Sehingga bukan atas nama KSP Jateng Mandiri.
Dengan demikian, imbuhnya, apabila dipaksakan dijual untuk menutupi hutang para nasabah yang besarnya mencapai Rp 350 miliar, maka penjualan tetap harus atas persetujuan Halim. Oleh karena itu, pihaknya menganggap sebagaimana prosedur hukum yang benar, langkah paling tepat adalah dipailitkan.
“Jadi penjualan aset dan sertifikat, tinggal melalui kurator. Karena kalaupun dijual tapi Halim tidak menyetujuinya, sama saja susah. Kami ibarat perusahaan mangkrak, karena ndak beroperasi, jadi pailit sesuai prosedur hukum adalah jalan terbaik,” tandas Dirgantara. (*)
editor : ricky fitriyanto