SEMARANG (jatengtoday.com) – BRT Trans Semarang mulai beralih dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG).
Grand Launching “Program Conventer Gas BRT Trans Semarang” dilakukan dalam Seminar Nasional “Transportasi Membangun Mimpi” di Patra Convention Hotel Semarang, Rabu (9/1/2019).
Uji coba penggunaan bahan bakar gas telah dilakukan pada 23 Juli 2018 dengan menempuh jarak 16,5 km, yakni dilakukan pada bus sedang (medium). Tujuannya untuk mengetahui konsumsi penggunaan bahan bakar solar yang terpakai.
Selain itu, uji coba untuk mengetahui performa mesin yang telah terpasang converter gas CNG. Perbandingan hasil konsumsi bahan bakar solar dengan bahan bakar standar, solar hanya membutuhkan 5,5 liter dengan biaya Rp 28.325.
“Sedangkan untuk bahan campuran solar + CNG membutuhkan 1,48 liter solar dan gas CNG 4,02 Lsp dengan biaya total Rp 20.084 dengan patokan harga gas di Jakarta Rp 3.100,” kata Kepala Badan Layanan Umum (BLU) UPTD Trans Semarang, Ade Bhakti Ariawan, Selasa (8/1/2019).
Dijelaskannya, konversi bahan bakar yang saat ini diterapkan BRT Trans Semarang disambut positif berbagai pihak. Pemkot Semarang menjalin kerjasama dengan Pemerintah Toyama City, Jepang dalam program konversi bahan bakar dari solar menjadi gas. Penandatanganan MoU kedua belah pihak telah dilakukan pada 14 Desember 2017 lalu.
Pembiayaan program konversi dari BBM menjadi BBG sebesar Rp 10 miliar, kata Ade, telah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. Pembiayaan 50 persen diberikan dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM).
“Sisa pembiayaan 50 persen, akan ditanggung oleh APBD Kota Semarang. Hingga Desember 2018 armada Trans Semarang telah terpasang bahan bakar gas (BBG), yakni sebanyak 72 bus dari koridor 1, 5, 6, 7, dan koridor bandara,” katanya.
Pemasangan alat konverter BBG tersebut rampung pada Desember 2018 lalu. Ade menjelaskan, penggunaan BBG ini sebagai upaya konversi BBM menjadi BBG.
“Manfaat konversi ini, emisi kendaraan menjadi lebih rendah dan ramah lingkungan. Selain itu biaya operasional lebih murah karena penghematan bahan bakar, dan membuat mesin awet,” terangnya.
Menurut Ade, penghematan bisa dilakukan karena dalam operasional armada, biaya bahan bakar gas menjadi lebih murah. “Pada pemakaian harian di armada ukuran sedang (medium), dibutuhkan rata-rata 80 liter solar dengan harga Rp 5.150. Sedangkan dengan pemakaian gas hanya dibutuhkan 60 liter dengan patokan harga gas di Jakarta Rp 3.100 dan solar 21 liter,” katanya.
Lebih lanjut, kata Ade, konversi dari BBM ke BBG ini tidak 100 persen menggunakan gas. “Kami menggunakan sistem yang disebut retrofit, yakni dapat menggunakan gas dan solar. Bahan bakar solar digunakan sebagai cadangan,” ujarnya.
Mengenai keamanan tabung gas, Ade menjamin keamanannya. Sebab, tabung konverter gas yang dipasang sudah melewati uji standar khusus untuk CNG yang memiliki tekanan 200 bar, sehingga berbeda dengan tabung gas LPG.
Ade menambahkan, valve yang terpasang adalah valve yang hanya bekerja berdasarkan koneksi dari Electronic Control Unit (ECU). Jika tidak ada perintah dari ECU, gas tidak akan keluar dari tabung.
“Oleh karena itu, tabung bahan bakar tidak akan mengalami kebocoran termasuk selang sambungan meski terlepas tidak menyebabkan kebocoran,” terangnya. (*)
editor : ricky fitriyanto