SEMARANG (jatengtoday.com) – Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Temanggung menanggapi nota keberatan dari terdakwa kasus korupsi pada Perusahaan Daerah BKK Pringsurat, Temanggung. Jaksa optimistis tuntutannya bakal dikabulkan.
Sebelumnya, dua mantan direksi BKK Pringsurat, Suharno dan Riyanto dituntut 16 tahun 6 bulan kurungan, serta denda masing-masing Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga meminta majelis hakim agar para terdakwa membayar uang pengganti, yakni Suharno Rp 303.269.101 dan Riyanto Rp 129.972.471. Jika tidak mampu membayar, maka diganti dengan pidana kurungan 8 tahun 3 bulan.
Sabrul Iman selaku jaksa mengungkapkan, sepanjang proses persidangan kasus ini, bukti-bukti sudah terang. Apalagi, nota keberatan yang diajukan kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya pada minggu lalu juga tidak berdasar.
Ia mencontohkan dengan argumen penolakan perhitungan kerugian negara yang sudah dilakukan. Terdakwa berdalih bahwa proses audit tidak sah karena yang berhak melakukannya hanyalah BPK RI. Terdakwa berpegangan pada UU Nomor 15 Tahun 2014.
Padahal, kata Sabrul, ada aturan lain yang lebih tinggi dari itu. Yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 31/PUU-X/12. Disebutkan bahwa BPK bukan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan audit, dalam rangka pembuktian tindak pidana korupsi juga dapat dilakukan oleh ahli lainnya.
“Kami memandang bahwa tim terdakwa belum membaca putusan MK. Di situ jelas disebutkan, untuk pembuktian korupsi bisa juga dilakukan oleh Akuntan Publik dan BPKP atas permintaan dari penyidik,” ujarnya dalam sidang pembelaan dari penuntut umum di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (27/5/2019).
Dalam hal ini, katanya, atas permintaan Kejari Temanggung, yang mengaudit adalah Kantor Akuntan Publik Chris Hermawan pada 5 Oktober 2018 tentang adanya dugaan penyimpangan tindak pidana korupsi pada pengelolaan PD BKK Pringsurat senilai Rp 114,3 miliar.