Selain itu, dalam eksepsinya kedua terdakwa juga mempermasalahkan terkait kerugian BKK Pringsurat yang sudah terjadi sebelum merger dengan BKK Tretep dilakukan.
“Sebelum merger pun, terdakwa Suharno dan Riyanto merupakan pimpinan cabang, baru setelah itu diangkat menjadi direksi. Otomatis mereka tahu kondisi keuangan. Kalau sudah tahu, kenapa tidak melaporkan yang sebenarnya?” ucap Sabrul.
Bahkan, imbuhnya, setelah itu kedua terdakwa justru melakukan manipulasi kegiatan operasional. Yang itu berpengaruh pada laporan keuangannya. “Kok malah membuat kredit fiktif, menempatkan di koperasi, ada kredit macet, dan masih banyak lainnya,” jelas Sabrul saat diklarifikasi usai sidang.
Kasi Pidsus Kejari Temanggung tersebut juga menyayangkan dalih kedua terdakwa yang mengklaim kasus ini sebagai risiko bisnis.
“Kami menegaskan bahwa ini bukan soal risiko bisnis, tapi ini murni penyalahgunaan keuangan negara. Karena mereka sudah jelas melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Sudah tahu aturannya tapi ditabrak,” tegasnya.
Sabrul mencontohkan dengan menempatkan dana di Koperasi Intidana, kemudian memberikan bunga tabungan di atas ketentuan. “Terdakwa telah menyimpangi surat keputusan direksi, menyimpangi SOP, menyimpangi Pergub,” tambahnya.
Jaksa menyebut, kedua terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHP yang tertera pada dakwaan primer.
Namun menyatakan terdakwa Suharno dan Riyanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
Dalam hal ini, jaksa tetap pada tuntutannya, sedangkan kuasa hukum terdakwa juga tetap teguh pada bantahannya.
Sidang akan kembali dilakukan pada 17 Juni 2019 dengan agenda putusan dari majelis hakim yang dipimpin oleh Antonius Widijantono. (*)
editor : ricky fitriyanto