in

Soal Sampah Kasur dan Sofa Bekas, Ini Komentar BBWS Pemali-Juana

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sampah menggunung yang menyumbat aliran air di jembatan Kaligawe Semarang sempat membikin Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) lumpuh. Sungai yang meluap ini kembali merendam permukiman warga.

Ini menjadi fenomena yang menyedot perhatian publik. Bagaimana tidak, sampah mirip supermarket terbuka, ada kulkas, kasur, sandal, sepatu, pakaian, dan lain-lain.

Banyaknya sampah tersebut memunculkan tudingan bahwa warga Kota Semarang belum sepenuhnya peduli sampah. Benarkah demikian?

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Ruhban Ruzziatno, menjelaskan terdapat tiga anak sungai yang berkontribusi sampah terbesar di Sungai BKT.

“Ketiga anak sungai tersebut adalah Sungai Kedungmundu, Sungai Bajas, dan Sungai Candi. Tiga anak sungai tersebut memberikan kontribusi sampah sangat besar,” kata Ruhban, Rabu (12/12/2018).

Saking besarnya sampah, kata Ruhban, bahkan hingga seperti supermarket terbuka. “Ada kulkas, mesin cuci, kasur, sandal, sepatu, pakaian, dan lain-lain. Itu karena masyarakat masih terbiasa membuang sampah di sungai,” katanya.

Banyaknya sampah tersebut, lanjutnya, mengakibatkan aliran sungai terjadi blocking di jembatan Kaligawe. Dampaknya, banjir melimpas di permukiman warga.

“BBWS langsung melakukan tindakan cepat dengan menutup menggunakan tanggul sementara. Di kanan kiri ada lubang kurang lebih 10 meter. Memang karena permintaan Bina Marga untuk aktivitas pembongkaran dua jembatan di wilayah tersebut,” katanya.

Sampah begitu cepat mengakibatkan blocking. Akhirnya air melimpas ke kanan dan ke kiri Sungai Banjir Kanal Timur. “Meski sudah terlanjur masuk ke permukiman warga, lubangnya sudah kami tutup. Sampah-sampah saat itu juga dilakukan pembersihan bersama Pemkot Semarang,” katanya.

Persoalan sampah ini menurutnya menjadi tugas bersama. Tetapi secara sosial merupakan kewenangan pemerintah daerah, baik pemkot maupun pemprov. “Pak Gubernur sampai marah waktu itu, akan dikenai sanksi katanya. Kami baru berangan-angan bersama Pemkot Semarang bagaimana agar dipasang jaring di atas jembatan Majapahit. Tujuannya agar ketika ada sampah tidak terjadi blocking seperti kemarin,” ungkapnya.

Apakah nanti akan terulang lagi? Ruhban menjelaskan, kondisi normal, BKT hanya mampu menampung air dengan ketinggian 1,5 meter. “Sedangkan kemarin itu elevasinya mencapai 3,1 meter. Kalau air ketinggian 1,5 meter masih bisa lolos. Tapi kalau air melebih 1,5 meter terkendala dengan gelagar jembatan itu,” katanya.

Lebih lanjut, kata Ruhban, BKT sebetulnya berfungsi sebagai pengendalian banjir. Tepatnya di Pucanggading terdapat lima pintu pengendali.

“Tapi apabila elevasinya tinggi dan tidak dibuka, maka Sungai Babon melimpas hingga ke Sayung. Nah, fungsi Kanal ini memang harus dibuka untuk mengalirkan banjir agar banjir secepatnya sampai ke muara,” bebernya.

Hanya saja pintu Pucanggading dan BKT ini telah berusia tua. “Kalau tidak salah sejak zaman Belanda 1893. Sampai sekarang berfungsi sebagai kanal pengendali banjir. Belum yang di bawahnya ada sejumlah anak sungai yang juga dialirkan ke Banjir Kanal Timur ini. Sedangkan kondisinya sekarang ini masih dalam proses normalisasi,” katanya.

Ruhban juga mengakui saat ini belum dibangun parapet. Untuk parapet sementara menggunakan tanah. Pihaknya mengaku terkendala masih terdapat sebanyak 255 PKL di bantaran BKT yang belum pindah.

“Padahal sudah disediakan tempat relokasi oleh Pemkot Semarang. Begitu nanti para pedagang pindah, langsung kami gali dan dibuat parapet secepatnya,” katanya.

Sedangkan untuk sebelah kanan sungai, pembangunan parapet mencapai 90 persen. “Permasalah sosial di bantaran BKT ini paling penting, agar segera bisa dilakukan penyelesaian pembangunan parapet,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto