SEMARANG (jatengtoday.com) – Sidang kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Bupati Kudus HM Tamzil akan segera dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Hal itu dilakukan setelah nota keberatan (eksepsi) terdakwa ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang saat membacakan amar Putusan Sela, Senin (23/12/2019).
Dalam kesempatan itu, Ketua Majelis Sulistiyono menanyakan kepada tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait jumlah saksi yang akan dihadirkan.
“Rencananya kami akan menghadirkan 30 saksi, Yang Mulia,” jawab jaksa Joko Hermawan. Namun, ia belum menyebut secara jelas siapa saja saksi-saksi itu.
Tamzil didakwa dengan pasal berlapis. Selain didakwa menerima suap sebesar Rp 750 juta, Bupati Kudus tersebut juga didakwa menerima gratifikasi hingga Rp 2,57 miliar.
Untuk delik suap, Tamzil menerimanya dari Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Shofian. Kini Akhmad Shofian sudah divonis bersalah oleh hakim.
Suap dengan total Rp 750 juta tersebut diserahkan secara berkala melalui ajudan bupati Uka Wisnu Sejati dan staf khusus bupati Agoes Soeranto. Penyerahan dilakukan dalam kurun waktu Februari hingga Juni 2019, dengan nominal masing-masing Rp 250 juta.
Uang tersebut diserahkan untuk mempengaruhi terdakwa Tamzil dalam mengambil keputusan mengenai penempatan jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.
Sementara itu, untuk delik gratifikasi diterima dari sejumlah rekanan dan pejabat di Kudus dengan besaran yang berbeda. Hal itu terjadi selama kurun waktu September 2018 sampai Juli 2019.
Di antaranya dari Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Kudus Heru Subiantoko sebesar Rp 900 juta, serta Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kudus Joko Susilo sebesar Rp 500 juta.
Selain itu juga menerima gratifikasi dari staf khususnya yang bernama Agoes Soeranto sebesar Rp 335 juta, dan dari ajudan pribadinya, Uka Wisnu Sejati sebesar Rp 300 juta.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (dakwaan kesatu).
Juga Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (dakwaan kedua). (*)
editor : ricky fitriyanto