SEMARANG (jatengtoday.com) – Kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini sedang membuat manajemen banyak rumah sakit terguncang. Bahkan hampir merata di seluruh Indonesia. Sengkarut manajemen pengelolaan BPJS dikhawatirkan membuat banyak rumah sakit tekor.
Tidak hanya masalah tunggakan keuangan BPJS yang kerap tersendat sehingga membuat rumah sakit harus ‘nombok’ puluhan miliar. Kebijakan BPJS terbaru dengan rujukan berjenjang juga dinilai menghambat pelayanan masyarakat.
“Bahkan atas masalah ini, Arsada mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo. Kebijakan yang diberlakukan saat ini membuat aset pemerintah seperti RSUD ini kurang maksimal untuk pelayanan masyarakat,” kata Sekretaris Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Tengah, Susi Herawati.
Dikatakannya, kebijakan BPJS terbaru dengan rujukan berjenjang juga mengakibatkan masyarakat tidak bisa langsung ke rumah sakit daerah tipe B. Sebab, aturannya harus ke Tipe D dan C dengan radius 15 km.
“Misalnya warga Tembalang yang posisinya dekat RSUD Wongsonegoro tidak bisa langsung ke RSUD. Mereka harus ke tipe D dan C. Kalau tipe D dan C sudah penuh, baru dirujuk ke tempat kami,” kata wanita yang juga menjabat sebagai Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro ini.
Hal itu mengakibatkan masyarakat tidak bisa menggunakan pelayanan BPJS di rumah sakit tipe B. “Padahal RSUD ini merupakan milik pemerintah kota, asetnya rakyat. Ini sebetulnya yang rugi pemerintah dan masyarakat. Akhirnya, banyak pasien yang tetap ke RSUD dengan cara mendaftar sebagai pasien umum (bukan BPJS),” katanya.
Pemerintah kota ruginya apa? Susi menjelaskan, bahwa aset RSUD semuanya dibiayai menggunakan uang pajak dari rakyat. Semestinya harus bisa melayani rakyat. Tetapi kebijakan BPJS justru menghambat pelayanan. “Harusnya ada kebijakan tersendiri untuk RSUD yang miliknya rakyat tidak perlu dihambat untuk pasien BPJS,” katanya.
Belum lagi terkait keuangan BPJS yang tersendat. Di Kota Semarang, terdapat 25 rumah sakit yang turut menyelenggarakan BPJS. Dari jumlah tersebut, ada empat rumah sakit tipe B, yakni: RSUD Wongsonegoro, RS Tlogorejo, RS Elizabeth, dan RSI Sultan Agung.
“Hampir semua rumah sakit di Kota Semarang menyampaikan keluhan yang sama, yakni terkait tagihan menunggak. Memang saat ini, kebanyakan yang sudah dibayar adalah bulan Juli dan Juni. Sedangkan Agustus belum dibayarkan. Ini terjadi di rumah sakit seluruh Indonesia,” katanya.
Tidak hanya itu, tunggakan BPJS ini cukup pelik. Sebab, setiap kali pembayaran, BPJS masih menyisakan uang ‘pendingan’ yang belum dibayarkan. Misalnya begini, pelayanan bulan Juni memiliki tanggungan Rp 12 miliar, di bulan September baru dibayar Rp 10 miliar. Uang ‘pending’ yang belum dibayar adalah Rp 2 miliar. Ini menumpuk sejak bulan Januari 2018.
“Di RSUD Wongsonegoro, uang ‘pending’ BPJS sejak Januari 2018 yang belum terbayarkan hingga sekarang Rp 6 miliar. Bulan Juni sudah dibayar Rp 10,5 miliar, masih menyisakan pending Rp 2 miliar. Pada tanggal 19 September, kami menagih untuk pelayanan Juli Rp 14 miliar. Selanjutnya mau masukkan lagi untuk pelayanan bulan Agustus sebesar Rp 14 miliar,” katanya.
“Apapun namanya kalau kita belum bayar kan namanya tunggakan,” katanya.
Namun demikian, meski keuangan tersendat akibat tagihan BPJS tidak lancar, Susi menegaskan bahwa pelayanan tetap berjalan normal. “Kami tetap komitmen, kebutuhan pasien harus tetap diutamakan. Hanya saja dilakukan efisiensi. Teman-teman dokter pun harus memahami,” katanya.
Mengenai surat kepada presiden, lanjut Susi, pihaknya meminta agar keluhan dari pengelola RSUD bisa mendapatkan perhatian. “Kami mohon kepada Bapak Presiden agar aset yang sudah dimiliki pemerintah ini bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya. Kemudian masyarakat terpenuhi hak-haknya dalam kesehatan,” katanya.
Menurutnya, rujukan berjenjang harus memperhatikan situasi kota. “Kalau daerah itu memiliki rumah sakit tipe B. Tentunya rakyat bisa langsung ke RSUD. Sebab, RSUD aset milik pemerintah kota, miliknya rakyat,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Semarang, Bimantara, justru mengklaim bahwa masalah tunggakan pembayaran BPJS untuk rumah sakit di Kota Semarang telah beres.
“Udah kok, kami bayar semua. Kami gelontorkan pembayaran semua tunggakannya. Kalau ada klaim yang belum jatuh tempo, itu mungkin. Saya tidak hafal. Kalau klaim belum jatuh tempo itu kan bukan tunggakan,” katanya.
Bimantara menyontohkan, pelayanan bulan Juli, penagihannya dilakukan di Agustus. “Misalnya pengajuan ditentukan tanggal 10, sesuai prosedur butuh waktu 15 hari maksimal untuk bisa melakukan pembayaran. Sehingga pembayaran kan dilakukan pada tanggal 25. Nah, kalau lebih dari tanggal 25 belum dibayar, itu baru namanya tunggakan,” katanya.
Dia meminta apabila ada pihak rumah sakit yang merasa masih memiliki tunggakan bisa langsung klarifikasi ke pihaknya. “Bahkan nomor handphone saya aktif 24 jam,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto