in

Duh, UHC Pemkot Semarang Menunggak Rp 11 Miliar ke BPJS

Duh, UHC Pemkot Semarang Menunggak Rp 11 Miliar ke BPJS

Tunggakan warga yang belum membayar BPJS hingga saat ini mencapai Rp 55 miliar.

Abdul Mughis

SEMARANG (jatengtoday.com) – Penyelenggaraan layanan kesehatan gratis di Kota Semarang sedang terbelit utang piutang. Sebanyak 25 rumah sakit di Kota Semarang menjerit karena adanya tunggakan atau uang ‘pending’ yang belum dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Di sisi lain, BPJS Kesehatan mengaku terbelit karena sirkulasi keuangan juga mengalami ketersendatan. Diantaranya, program layanan kesehatan gratis Universal Health Coverage (UHC) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang belum membayar tunggakan Rp 11 miliar.

Tidak hanya itu, tunggakan dari masyarakat yang belum membayar BPJS hingga saat ini mencapai Rp 55 miliar. “Iya, memang ada (belum bayar). Keterbatasan atau pengalokasian anggaran UHC. Tetapi sudah ada komitmen dari Dinas Kesehatan mengontak kami untuk segera melunasi. Jumlahnya kemarin Rp 11 miliar. Kalau hari ini sudah terbayar, saya belum cek,” kata Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Semarang, Bimantara, Jumat (28/9/2018).

Dikatakannya, tagihan UHC itu menumpuk selama Agustus dan September. Pihaknya mengakui, sekarang ini BPJS memang sedang terbelit anggaran. Dia berharap sirkulasi keuangan bisa kembali berjalan lancar, sehingga sangat membantu menyelesaikan utang piutang yang tertunda.

“Keterlambatan pembayaran di rumah sakit, iya itu benar. Tapi tidak sampai berbulan-bulan. Untuk itu, BPJS juga memberikan alternatif solusi pinjaman lunak dari bank yang bunganya di bawah selisih dari denda,” katanya.

Mengenai adanya pembayaran ‘pending’, Bimantara beralasan karena ada beberapa hal administrasi yang perlu diklarifikasikan. Sehingga pihaknya mengaku terpaksa melakukan ‘pending’ pembayaran. Tunggakan pending ini salah satunya terjadi di RSUD Wongsonegoro. Uang pending yang belum dibayarkan ke rumah sakit tersebut Rp 6 miliar sejak Januari.

“Kami tidak mengada-ada kok. Kemungkinan ada administrasi yang belum dilengkapi. Sehingga ada pembayaran yang dipending. Pihak rumah sakit diminta melengkapi. Begitu lengkap, maka kami bayar,” katanya.

Dia meminta, apabila ada masalah seperti itu, sebetulnya ada pihak namanya Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan, anggotanya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Fasilitas Kesehatan, dan Dinas Kesehatan. “Monggo kalau ada masalah bisa dilaporkan saja ke Tim Kendali Mutu Kendali Biaya itu,” katanya.

Sebetulnya mengenai masalah penunggakan pembayaran ada banyak faktor. Penunggakan juga terjadi dari masyarakat. “Bahkan penunggakan dari masyarakat di Kota Semarang ini mencapai Rp 55 miliar. BPJS ini badan milik pemerintah, jadi apabila ada direktur rumah sakit terkendala monggo lah dikoordinasikan,” katanya.

Dia mengklaim saat ini tidak ada lagi tunggakan BPJS di rumah sakit untuk Kota Semarang. Sebab, telah dibayarkan menggunakan kucuran dana cukai rokok sebesar Rp 138 miliar untuk 20 rumah sakit. “Sekarang ini tunggakan rumah sakit telah terpenuhi semua. Bahkan BPJS kalau terlambat harus membayar denda. Dendanya ini juga sudah kami bayar,” katanya.

Bimantara berharap, masalah keuangan utang piutang ini segera selesai. Sehingga program UHC berjalan lancar untuk melayani kesehatan masyarakat lebih maksimal. “Kami berharap, pemerintah kabupaten mengikuti Kota Semarang, Demak dan Solo. Ini program nasional agar semuanya ter-cover. Kami berharap, UHC ini diikuti oleh pemerintah daerah lain. Sebab, target 1 Januari 2019, sudah harus seluruh Indonesia ter-cover Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono mengatakan, pihaknya telah membayar separuh dari jumlah tagihan BPJS, yakni Rp 5,5 miliar telah dibayarkan untuk Agustus.

“Yang belum adalah September, kurang lebih Rp 6,3 miliar,” katanya.

Dikatakannya, bulan September belum dibayarkan karena terdapat biaya tambahan yang mengakibatkan tagihan membengkak lebih besar dari rata-rata. Sehingga perlu dilakukan penghitungan seluruh pengeluaran tambahan tersebut.

“Sebetulnya ada perjanjian dengan BPJS mengenai UHC. Apabila ada kekurangan bisa utang atau dibayar bulan selanjutnya,” katanya.

Pengeluaran UHC sesuai perjanjian juga bisa dilakukan penutupan dengan menggunakan dana Silpa 2017. “Tetapi karena pembangunan di Kota Semarang sangat pesat, ternyata dana Silpa itu kurang,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto