SEMARANG (jatengtoday.com) – Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengembalikan pembinaan pendidikan Frans Josua Napitu kepada orang tuanya. Frans adalah mahasiswa yang melaporkan Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman atas dugaan korupsi ke KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam keterangan resminya, menyayangkan keputusan kampus tersebut. Namun, Unnes menyebut tindakan yang dilakukan sudah sesuai prosedur dan merupakan jalan terbaik.
Dekan Fakultas Hukum (FH) Unnes Rodiyah membantah alasan utama pengembalian Frans Napitu karena telah melaporkan Rektor Unnes Fathur Rokhman ke KPK. Pelaporan tersebut hanya bagian kecil.
Menurutnya, selama ini Frans kerap membuat masalah. Mahasiswa semester 9 tersebut sudah sering mendapatkan nasihat dan peringatan dari kampus.
“Terutama tentang dugaan keterlibatannya pada Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dapat membahayakan keutuhan NKRI,” ujar Rodiyah, Selasa (17/11/2020).
Soal keterlibatan ini, katanya, sudah dikonfirmasi langsung dan dibenarkan oleh Frans. Hingga puncaknya Frans diminta membuat surat pernyataan yang ditandatangani pada 8 Juli 2020.
Dalam surat pernyataan itu, Frans menyatakan tidak akan mengulangi perbuatan yang menurut pandangan umum dianggap tidak baik; akan bertindak dan berkata lebih santun; turut menjaga nama baik almamater Unnes.
Kemudian, tidak melakukan tindakan provokatif dan membuat kegaduhan; tidak lagi melakukan aksi yang secara objektif mengarah pada gerakan bertentangan dengan NKRI; serta tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan etika dan tata tertib kemahasiswaan.
Rusak Reputasi Kampus
Meskipun sudah meneken surat pernyataan, dalam perjalanannya Frans mengabaikannya. Mantan mahasiswa Beasiswa Bidikmisi itu justru melakukan berbagai aksi yang dapat menjatuhkan nama baik almamater Unnes.
Aksi-aksi yang dimaksud diantaranya Frans menjadi salah satu dari lima mahasiswa yang mengajukan uji materi Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 tentang UKT ke Mahkamah Agung pada 21 Juli 2020.
Setelah itu, Frans dan kawannya melaporkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 22 Juli 2020.
Yang terbaru, Frans seorang diri melaporkan Rektor Unnes ke KPK karena diduga melakukan korupsi. Laporan dilayangkan pada 13 November 2020.
Rentetan aksi tersebut merupakan bagian yang menjadi pertimbangan untuk memulangkan Frans. “Kami kan istilahnya dititipi untuk mendidik, karena ternyata belum sanggup ya kami kembalikan ke orang tuanya,” papar Rodiyah.
Bukan Sanksi
Dengan dikembalikannya Frans ke orang tua ini segala hak dan kewajiban Frans sebagai mahasiswa untuk sementara ditunda. Dekan FH Unnes akan meninjau kembali keputusannya setelah 6 bulan ke depan.
Wakil Dekan II FH Unnes Ali Masyhar menegaskan, tindakan tersebut bukan sebagai sanksi. “Harus dibedakan antara sanksi dan pengembalian ke orang tua. Ini adalah bagian dari upaya pembinaan,” ucapnya.
Ali tidak memungkiri bahwa berbagai tindakan pelaporan yang dilakukan Frans adalah haknya sebagai warga Indonesia yang dilindungi Undang-Undang.
Namun, katanya, karena dia masih menjadi mahasiswa Unnes maka ada aturan yang harus ditaati. Sebab, tindakannya merepresentasikan kampus. Dia mencontohkan dengan saat mengajukan gugatan ke MK Frans juga mengenakan almamater Unnes, bukan atas nama pribadi.
Tak Terima
Sementara itu, Frans saat dikonfirmasi mengaku telah menerima surat keputusan pengembaliannya kepada orang tua. Surat tersebut diperoleh dari forward pesan whatsapp dari orang tuanya.
Frans mengaku kecewa dengan keputusan Unnes karena sudah menjatuhkan skorsing kepada dirinya tanpa melalui proses. “Nyatanya skorsing diberikan setelah saya melaporkan Rektor ke KPK,” ujarnya.
Menurutnya, pelaporan ke KPK yang dilakukannya sudah berada pada jalur konstitusional.
Frans juga membantah tuduhan dirinya sebagai simpatisan OPM. Ia mengakui ikut dalam aksi demo terkait Papua, tetapi aksi tersebut dilakukan atas dasar kemanusiaan dan menolak rasisme.
Atas keputusan pihak kampus itu, Frans menegaskan bakal melakukan perlawanan dengan mengajukan upaya hukum. (*)
editor: ricky fitriyanto